Kamis, 09 April 2009

membangun masa depan

pc2401612Hidup adalah roda yang berputar. Kadang kala kehidupan kita berada di titik terendah. Tetapi kadang kala kita akan berada di titik tertinggi. Kehidupan yang dialami bangsa Indonesia saat ini mungkin sedang berada di titik pertengahan.

Titik awal untuk menuju titik tertinggi telah dimulai ketika “Indonesia merdeka” berkumandang. Artinya, tak sulit untuk menuju titik tertinggi. Sekarang, saatnya untuk membangun harapan yang disertai optimisme untuk mewujudkan mimpi kita bersama.

Harapan adalah awal dari segalanya

Hidup ini dibangun dari tumpukan batu harapan. Sama halnya dengan bebatuan yang merupakan pondasi sebuah bangunan, harapan merupakan pondasi dari kehidupan. Tumpukan harapan itu mengokohkan pondasi sebuah bangunan, yang kita kenal dengan kehidupan. Harapan dan imajinasi menyusun diri layaknya bongkahan tulang yang menyusun tubuh manusia. Harapan dan imajinasi membangun impian dan cita-cita tentang hari esok yang lebih cerah.

Mengutip Helen Keller, “Optimisme is the path that leads to achievement. Nothing can be done without hopes and confidence“. Tak ada yang dapat dilakukan tanpa harapan dan rasa pecaya diri. Harapan akan menumbuhkan energi dan spirit baru dalam hidup. Harapan merupakan sebuah perencanaan untuk menuai masa depan yang lebih baik.

Ketika harapan itu diyakini, muncullah sebuah rasa percaya diri. Keyakinan yang kuat untuk mewujudkan harapan tersebut. Memunculkan rasa optimis dalam diri, yang menjadi motivator terbesar untuk menggapainya. Optimisme merupakan energi yang besar untuk mewujudkan mimpi.

Kita tak akan bertemu dengan kehidupan yang dikelilingi oleh kemajuan teknologi dan sains seperti saat ini, tanpa orang-orang yang berani membuat mimpi, tanpa adanya orang-orang yang menginginkan sebuah perubahan.

Tanpa orang-orang seperti Thomas Alfa Edison, Alexander Graham Bell, dan pemimpi sukses lainnya, mungkin saat ini kita masih hidup dalam dunia yang hanya disinari terang bulan, dan remang-remang cahaya lilin. Mungkin kita masih hidup dalam dunia yang terkurung oleh jeruji-jeruji penjara sosialisasi bermasyarakat, karena terhambat oleh sulitnya komunikasi. Dan masih banyak kendala lainnya, jika pemimpi-pemimpi tersebut tidak optimis, dan tidak mau berjuang untuk mewujudkan mimpinya.

Dalam hal ini, jelas bahwa kita harus berani bermimpi. Karena hidup ini seringkali bermula dari impian-impian yang terkesan impossible, tapi ternyata itu possible.

Dengan harapan yang disertai dengan rasa optimisme, tak sulit untuk menjadikan dreams come true. Karena turn point atau titik balik dari tidur yang panjang telah dimulai. Ketika rasa optimisme muncul, tak ada lagi yang namanya mimpi. Karena optimisme, membangunkan setiap insan yang larut dalam mimpi di tidurnya, menuju sebuah dunia nyata.

Pertanyaannya adalah “Bagaimana cara membangun sebuah rasa optimisme di tengah keraut-mautan bangsa ini?”

Optimisme tak selalu datang di awal

Tak terlambat untuk memunculkan rasa optimisme di tengah krisis yang berkepanjangan. Optimisme tidak selalu datang ketika kita akan memulai transformasi mimpi menjadi kenyataan. Tapi optimisme bisa datang di tengah berjalannya proses transformasi itu.

Optimisme tersebut terbangun setelah timbul kesadaran akan kesalahan yang diperbuat. Akan timbul sebuah dorongan yang amat dahsyat untuk bekerja keras sebagai manifestasi permohonan ampun terhadap kesalahan yang diperbuat.

Dalam hal ini optimisme muncul sebagai cambuk diri untuk menjadi lebih baik. Cambuk untuk berkaca dari pengalaman masa lampau. Cambuk untuk mensugesti diri agar tidak mengulangi kesalahan yang telah diperbuat. Dan optimisme menjadi semakin dahsyat ketika ikhlas dan tawakal mencapai puncaknya.

Inilah tantangan kita sebagai bagian dari bangsa ini. Kita harus mampu keluar dari krisis yang berkepanjangan. Krisis yang dialami masyarakat harus dijadikan sebagai cerminan untuk menata hidup yang lebih baik. Krisis tersebut harus dijadikan pelajaran untuk memperbaharui diri dalam segala aspek kehidupan.

Jangan lanjutkan bermimpi mengenai hal lain, sebelum mimpimu yang dulu belum tercapai. Tapi jangan pula buat dirimu menjadi penat untuk bermimpi. Tapi berinovasilah dengan mimpi-mimpimu.

Mimpi kita yang lama, masih menjadi mimpi kita saat ini. Mimpi untuk menjadikan bangsa ini dari hari ke hari semakin membaik. Untuk mewujudkan hal itu, bangsa ini mebutuhkan putra-putrinya. Anak-anak bangsa yang mampu memberikan udara segar, memberikan kebanggan terhadap bangsa ini.

Bangsa ini memerlukan rasa optimisme dari anak-anak bangsa yang memiliki pemikiran dan pandangan hidup yang maju ke depan. Pemikiran yang dinamis dan berenergi. Pemikiran-pemikiran yang mempunyai tempat bersemayam yang lebih tinggi daripada dunia yang tampak, dan langitnya tidak tertutup keindahan. Imajinasi menemukan jalannya menuju wilayah kerajaan para dewa, dan di sanalah bangsa ini dapat melihat apa yang akan terjadi setelah pembebasan jiwa dari dunia hakikat.

Bangsa ini menggantungkan nasib pada jutaan anak bangsa, yang memiliki jutaan mimpi. Tak bisakah bangsa ini mewujudkan segelintir dari jutaan mimpi itu? Bukan hal yang sulit untuk mewujudkannya. Tapi hal itu akan menjadi tak mudah, ketika mimpi hanya sekedar mimpi dan ketika pengetahuan hanya sekedar pengetahuan.

Memiliki sedikit pengetahuan namun dipergunakan untuk berkaya, jauh lebih berarti daripada memiliki pengetahuan luas namun mati tak berfungsi. Bangsa ini tidak hanya memerlukan orang yang pintar, tapi bangsa ini juga memerlukan orang yang mampu berkarya. Bangsa ini membutuhkan orang yang optimis dalam menghasilkan karyanya. Bangsa ini perlu mimpi, perlu visi. Tapi tak akan berarti tanpa misi. Bangsa ini butuh realisasi mimpi putra-putrinya.

Dan sekali lagi, dalam realisasi mimpi, butuh optimisme.

Menatap masa depan yang lebih cerah lewat optimisme

Mengapa anak-anak bangsa selalu membanggakan negara lain?

Membanggakan betapa bersih dan teraturnya Singapura, betapa demokratisnya negara-negara barat, dan yang lainnya. Mengapa kita selalu berkaca pada sesuatu yang indah? Mengapa tak dimulai dari negeri kita ini.

Rasa kagum terhadap negara lain, jangan sampai membuat kita pesimis terhadap kondisi Indonesia. Tetapi rasa kagum tersebut, seharusnya menjadi pemicu bagi kita, untuk menjadikan bangsa kita seperti yang kita harapkan.

Mengapa kita tidak berkaca pada momentum masa lalu? Ketika Sumpah Pemuda mampu menjadi titik bangkit rasa kesatuan dan kesatuan bangsa guna meraih kemerdekaan. Sumpah tersebut bukan sekedar “janji manis”, tapi merupakan sebuah bukti bahwa para pemuda saat itu menginginkan sebuah perubahan. Menginginkan masa depan yang lebih cerah.

Apa bedanya pemuda saat itu dengan masa kini?

Mengapa kita tidak mampu untuk membangun sebuah bangsa yang lebih baik? Dengan optimisme dan kebulatan tekad bersama, penulis yakin bahwa pemuda-pemudi Indonesia mampu memecahkan bongkahan es krisis yang sudah sejak lama membeku.

Mengutip Kahlil Gibran, “Anak-anak masa depan adalah mereka yang disebut dengan kehidupan, dan mereka mengikuti kehidupan itu dengan langkah-langkah pasti dan kepala tegak. Mereka adalah fajar dengan benteng-benteng baru, tak ada kabut yang menghalangi pandangan mata mereka dan tak ada nyanyian jingle berantai yang akan menghilangkan suara mereka”.

Para pemuda merupakan benih-benih yang ditaburkan di ladang oleh Tuhan, membuka kelopaknya dan menggerak-gerakkan daun-daunnya di hadapan wajah matahari.

Dengan optimisme, penulis yakin bahwa pemuda masa kini mampu menggemparkan dunia, dan menunjukkan citra yang baik tentang Indonesia pada dunia.

Negara kita telah dikenal oleh bangsa lain. Bangsa ini telah diakui keberadaannya. Tetapi mengapa bukan untuk sesuatu yang baik? Mengapa negara kita harus dikenal sebagai negara teroris, negara koruptor, produsen narkotika, dan sejenisnya?

Aapakah dengan kondisi seperti itu, kita sebagai “manusia baru” masih berpangku tangan, dan menyerahkan semuanya pada nasib? Tak terbesitkah keinginan untuk merubah paradigma tersebut? Haruskah selalu golongan tua yang menyelesaikan masalah-masalah di negeri ini?

Ini saatnya bagi anak bangsa untuk mengaplikasikan ilmunya ke dalam dunia real. Sekali lagi, tak ada kata terlambat untuk menciptakan perubahan. Jika orang mampu, mengapa kita tidak?

Kita tidak boleh kehilangan harapan, dan bersikap pesimis. Anak bangsa harus yakin dan percaya, bahwa dunia masih menyisakan tempat yang begitu lapang untuk Indonesia, untuk berdiri sebagai kekuatan baru di dunia. Bangsa ini masih memiliki sumber daya yang berlimpahan.

Anak-anak bangsa harus mampu membangkitkan rasa percaya diri untuk mengaktualisasikan sejuta kreasi yang dimilikinya. Jika saat ini kita gagal, jadikanlah kegagalan sebagai tolak ukur dan penyemangat bagi kita untuk berhasil.

Menatap masa depan yang lebih cerah lewat optimisme, selayaknya bukan hanya sebuah slogan. Tapi hal ini mampu dimaknai dan diresapi oleh setiap insan. Jangan tunggu hujan emas untuk menjadi seorang konglomerat. Jangan tunggu bintang jatuh untuk mewujudkan harapan.

Sekarang bukan saatnya menunggu, tapi sekarang adalah saatnya untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Harus ada keyakinan bahwa pemuda masa kini mampu menghasilkan cabang-cabang besar, yang akan menjulang tinggi ke langit. Saatnya kita memasuki lorong waktu, menuju dunia yang lebih baik, menuju masa depan yang lebih cerah. Optimislah, bahwa proses ini akan membawa kita ke tempat yang benar. Di mana di tempat itu, hari ke hari semakin baik. Dan tempat itu adalah Indonesia-ku. Optimis teman-temanku!!! Bersemangat!!!

Tidak ada komentar: