Jumat, 21 Agustus 2009

Feature

Oleh: O. Solihin

S
isi lain dari bentuk penulisan adalah feature. dalam sebuah pemahaman yang sederhana dapat dikatakan bahwa feature adalah tulisan yang mempunyai tema tema tertentu saja. misal istilah feature tentang seni, profil tokoh budaya suatu tempat , keunikan, keaneha. yangkesemuanya tema itu dibangun dalam satu frame

Apa sih definisi feature? Menurut Asep Syamsul M. Romli dalam bukunya “Jurnalistik Praktis”, dikatakan bahwa batasan pengertian (definisi) feature, para ahli jurnalistik belum ada kesepakatan. Masing-masing ahli memberikan rumusannya sendiri tentang feature. Jadi, tidak ada rumusan tunggal tentang pengertian feature. Yang jelas, feature adalah sebuah tulisan jurnalistik juga, namun tidak selalu harus mengikuti rumus klasik 5W + 1 H dan bisa dibedakan dengan news, artikel (opini), kolom, dan analisis berita. “Kita punya kisah atas fakta-fakta telanjang,” kata William L Rivers, “dan itu kita sebutkan sebagai ‘berita’. Disamping berita kita jumpai lagi tajuk rencana, kolom, dan tinjauan, yang kita sebutkan ‘artikel’ atau ‘opinion pieces’. Sisanya yang terdapat dalam lembaran surat kabar, itulah yang disebutkan karangan khas (feature).

Asep Syamsul M. Romli menjelaskan pula bahwa dari sejumlah pengertian feature yang ada, dapat ditemukan beberapa ciri khas tulisan feature, antara lain:

  1. Mengandung segi human interest

Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi—menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi human interest atau human touch—menyentuh rasa manusiawi. Karenanya, feature termasuk kategori soft news (berita ringan) yang pemahamannya lebih menggunakan emosi. Berbeda dengan hard news (berita keras), yang isinya mengacu kepada dan pemahamannya lebih banyak menggunakan pemikiran.

  1. Mengandung unsur sastra

Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia harus mengandung unsur sastra. Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi. Karenanya, tulisan feature mirip dengan sebuah cerpen atau novel—bacaan ringan dan menyenangkan—namun tetap informatif dan faktual. Karenanya pula, seorang penulis feature pada prinsipnya adalah seorang yang sedang bercerita.

Jadi, feature adalah jenis berita yang sifatnya ringan dan menghibur. Ia menjadi bagian dari pemenuhan fungsi menghibur (entertainment) sebuah surat kabar.

Jenis-jenis Feature

Ada beberapa jenis feature, di antaranya adalah:

  1. Feature berita yang lebih banyak mengandung unsur berita, berhubungan dengan peristiwa aktual yang menarik perhatian khalayak. Biasanya merupakan pengembangan dari sebuah straight news. Misalnya, menulis berita tentang persiapan penyerangan AS ke Irak. Untuk menulis berita tersebut yang kental unsur feature-nya, bisa cerita tentang kondisi para serdadu AS yang dikirim ke kawasan Teluk, kekuatan mesin-mesin perang AS dan Irak, atau bisa juga bercerita tentang keluarga tentara yang ditinggalkan. Bisa juga berkisah tentang rakyat Irak ketika menghadapi serangan Amrik tersebut. Banyak hal yang bisa ditulis.
  2. Feature artikel yang lebih cenderung segi sastra. Biasanya dikembangkan dari sebuah berita yang tidak aktual lagi atau berkurang aktualitasnya. Misalnya, tulisan mengenai suatu keadaan atau kejadian, seseorang, suatu hal, suatu pemikiran, tentang ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang dikemukakan sebagai laporan (informasi) yang dikemas secara ringan dan menghibur. Misalnya, menulis tentang kondisi kaum muslimin di berbagai belahan dunia.

Oke deh, sekarang kita bahas berdasarkan tipenya. Untuk persoalan ini, feature dapat dibedakan menjadi (ini saya ‘modifikasi’ dari tulisannya Asep Syamsul M. Romli):

  1. Feature human interest (langsung sentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan atau kebencian, simpati, dan sebagainya). Misalnya, cerita tentang penjaga mayat di rumah sakit, kehidupan seorang petugas kebersihan di jalanan, liku-liku kehidupan seorang guru di daerah terpencil, suka-duka menjadi dai di wilayah pedalaman, atau kisah seorang penjahat yang dapat menimbulkan kejengkelan.
  2. Feature pribadi-pribadi menarik atau feature biografi. Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh yang meninggal, tentang seorang yang berprestasi, atau seseorang yang memiliki keunikan sehingga bernilai berita tinggi. Itu sebabnya, Anda bisa menuliskan tentang profil para pemimpin Islam di masa lalu, misalnya. Atau Anda juga bisa cerita tentang kisahnya al-Khawarizmi, ilmuwan muslim yang menemukan angka nol.
  3. Feature perjalanan. Misalnya kunjungan ke tempat bersejarah di dalam ataupun di luar negeri, atau ke tempat yang jarang dikunjungi orang. Dalam feature jenis ini, biasanya unsur subjektivitas menonjol, karena biasanya penulisnya yang terlibat langsung dalam peristiwa/perjalanan itu mempergunakan “aku”, “saya”, atau “kami” (sudut pandang—point of view—orang pertama). Ambil contoh tentang perjalanan menunaikan ibadah haji. Perjalanan ke tanah suci itu bisa Anda tuangkan dalam sebuah tulisan bergaya feature yang menarik. Itu sebabnya, disarankan untuk membawa buku catatan kecil untuk menuliskan semua peristiwa yang dialami sebagai bahan penulisan. Pokoknya, sip deh.
  4. Feature sejarah. Yaitu tulisan tentang peristiwa masa lalu, misalnya peristiwa Keruntuhan Khilafah Islamiyah, sejarah tentang Istana al-Hamra dan benteng Granada. ‘Melongok’ kejayaan Islam di masa lalu. Sejarah tentang kekejaman tentara Salib saat membantai kaum muslimin, sejarah pertama kali Islam masuk ke Indonesia dan sebagainya. Banyak kok sejarah yang bisa kita tulis dengan jenis feature ini. Pokoknya asyik deh.
  5. Feature petunjuk praktis (tips), atau mengajarkan keahlian—how to do it. Misalnya tentang memasak, merangkai bunga, membangun rumah, seni mendidik anak, panduan memilih perguruan tinggi, cara mengendarai bajaj, teknik beternak bebek, seni melobi calon mertua dan sebagainya.

Membuat Tulisan Feature

Harus diakui bahwa yang terpenting dalam pembuatan tulisan berjenis feature ini adalah lead. Kekuatannya ada di sana. Lead ibarat pembuka jalan. Jadi harus benar-benar menarik dan mengundang rasa penasaran pembaca untuk terus membaca. Sebab, gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa ogah meneruskan membaca. Nah, gagal berarti kehilangan daya pikat. Itu sebabnya, penulis feature harus pinter betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu. Memang sih, nggak ada teori yang baku tentang menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Saya modifikasi dari perkembangan yang saya lihat di berbagai media massa dan sedikit teori umum tentang itu. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead bisa disebutkan sebagai berikut:

Lead Ringkasan:

Lead ini hampir mirip dengan berita biasa, bedanya, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang. Misal: Usia tua bukan halangan bagi Bu Maryam untuk tetap bertahan jualan gado-gado di kantin sekolah kita. Ia, dengan semangat tinggi bertekad menghidupi anaknya agar bisa sekolah seperti yang lain. Dan seterusnya.... Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah penjual makanan bernama Bu Maryam yang sudah tua.

Lead Bercerita:

Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya. Misal: Anak berseragam putih-abu itu menenteng balok kayu. Sorot matanya tajam bagai elang mengincar mangsanya. Sejurus kemudian ia memberi komando untuk menyerang lawannya dari sekolah lain. Tawuran pun tak bisa dihindari lagi. Warga sekitar kejadian, yang kebanyakan ibu-ibu ketakutan menyaksikan drama itu... Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang maraknya tawuran pelajar yang selama ini selalu bikin resah.

Lead Deskriptif:

Lead ini menceritakan gambaran kepada pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Penulis yang hendak menulis profil seseorang, biasanya seneng banget bikin lead kayak begini. Misal: Sesekali wanita tua itu mengelap keringatnya yang mengucur dengan ujung kebayanya, ia terus mengulek bumbu pecel. Sementara anak-anak sekolah sibuk berebutan membeli gorengan di kantin sekolah itu. Meski banyak anak yang suka curang dengan tidak membayar dagangannya, Bu Maryam tak pernah ambil pusing, “Mungkin dia tidak punya uang”, katanya suatu saat..... dst....Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Bu Maryam yang bak pelangi.

Lead Pertanyaan:

Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru. Misal: Untuk apa mereka berjihad ke Irak? Memang ada yang sinis dengan dibukanya pendaftaran relawan untuk berjihad ke Irak, menyusul invasi AS dan sekutunya ke negeri seribu satu malam itu 20 Maret lalu. Bahkan pemerintah pun menanggapi dingin rencana tersebut bahkan ada yang pejabat yang mengatakan “konyol” terhadap rencana tersebut...dst....Pembaca kemudian disuguhi feature tentang rencana relawan yang akan berjihad ke Irak.

Lead Nyentrik:

Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya. Misal:

Hancurkan Amerika!

Tangkap Bush!

Bush Teroris!

Tegakkan Khilafah

Hancurkan demokrasi!

Teriakan itu bersahut-sahutan dari ribuan pendemo di depan Kedubes AS dalam unjuk rasa menentang invasi AS dan sekutunya ke Irak .... dst.... Pembaca akan disuguhi feature tentang tuntutan para pengunjuk rasa tersebut.

Lead Menuding:

Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara” (bisa juga Anda). Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan. Misal: Anda jangan bangga dulu punya HP oke. Meski kemana-mana nenteng ponsel yang fiturnya seabrek, boleh jadi Anda buta tentang teknologi telgam ini dst....

Lead Kutipan:

Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise. Misal: “Saya akan terus berjuang sampai titik darah yang penghabisan. Lebih baik mati daripada menanggung derita karena dijajah Israel,” kata seorang pemuda Palestina dengan lantangnya saat membakar bendera Israel di Tepi Barat dalam sebuah demonstrasi yang digelar ratusan pejuang Palestina itu... dan seterusnya. Pembaca kemudian digiring pada kisah perjuangan rakyat Palestina.

Lead Gabungan:

Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi. Misal: “Saya tak pernah merasa gentar menghadapi serbuan AS dan sekutunya” kata Saddam Husein dalam pidato yang berapi-api itu. Ia tetap tersenyum cerah dan melambai-lambaikan tangannya di hadapan ribuan rakyat Irak di sela-sela pidatonya itu.... Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan. Coba ya...

Nah, setelah kita membuat lead, jangan lupa membuat isinya, yakni yang disebut dengan “Batang Tubuh”. Lead yang menarik, tentu harus didukung dengan batang tubuh yang oke juga. Tapi yang jelas fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek (lihat tip ke-8, “Hindari Kalimat Raksasa”). Terus deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil) mutlak untuk pemanis sebuah feature.

Kalau dalam berita, cukup ditulis begini: Bu Maryam penjual makanan yang sabar di kantin sekolah kita. Paling hanya dijelas kan sedikit soal Bu Maryam. Tapi dalam feature, Anda dituntut lebih banyak. Profil lengkap Bu Maryam diperlukan, agar orang bisa membayangkan. Tapi tak bisa dijejal kayak begini: Bu Maryam, penjual makanan di kantin sekolah kita, yang sudah tua dan menjanda, umurnya 50 tahun, anaknya 6, rumahnya di Tanah Abang, tetap sabar. Walah, itu mah kurang greget atuh. He..he..

Anda harus memecah data-data itu. Misalnya, alenia pertama cukup ditulis: Bu Maryam, 50 tahun, penjual yang sabar. Lalu jelaskan tentang contoh kesabarannya. Bu Maryam yang sudah tua tak kenal lelah berjualan, untuk menghidupi keenam anaknya yang sebagian masih berusia remaja. Di bagian lain bisa ditulis: “Demi anak-anak, saya rela membanting tulang kerja keras” kata wanita yang ditinggal mati suaminya 10 tahun lalu dan kini tinggal di sebuah rumah di kawasan Tanah Abang. Dan seterusnya.

Anekdot perlu juga untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin ya? Jadi nggak menarik nantinya. Kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase. Nah, detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Misalnya, Bis itu masuk jurang dengan kedalaman 15 meter lebih 40 centi 8 melimeter..., apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 15 meter.

Beda dengan yang ini: Gol kemenangan Juventus dicetak Pavel Nedved pada menit ke 44, ini penting. Sebab nggak bisa disebut sekitar menit ke 45. Kenapa? Karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 41 beda jauh dengan menit ke 35. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik. Belum lagi ngitung waktu dalam arena balapan F1, seper sekian detik juga akan diperhitungkan. Tul nggak?

Oya, ‘kecanggihan’ lead dan batang tubuh nggak bakalan sempurna kalo nggak ada ‘ending’ (penutup). Kalo dalam berita malah tidak ada penutup. Untuk feature paling nggak ada empat jenis penutup. Pertama, penutup “Ringkasan”. Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead. Kedua, penutup “Penyengat”. Jadi, membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Misalnya, menulis feature tentang gembong pelaku curanmor yang berhasil ditangkap setelah melakukan perlawanan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas polisi sudah datang, dan sang penjahat itu pun sudah menghuni sel tahanan. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, penjahat itu telah kabur kembali. Gubrak!

Ketiga, penutup “Klimak”. Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Keempat, penutup “Tanpa Penyelesaian”. Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan. Misalnya: Entah sampai kapan perang AS-Irak ini akan berakhir.

Yup, ini sekilas aja tentang teknik penulisan feature. Anda bisa mencari ide untuk bahan penulisan dari kehidupan sehari-hari, berita aktual, kehidupan seseorang, dan peristiwa lainnya. Sebab, yang terpenting ada newspeg, alias cantelan berita, karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Banyak hal yang bisa ditulis dengan gaya feature. Buat menambah wawasan dan mengasah keterampilanmu, seringlah membaca tulisan orang lain dengan gaya penulisan feature. Pelajari, dan buatlah dengan gaya bahasamu. Sip kan? Ditanggung antimanyun deh. Selamat mempraktikkan[]

Jurnalistik

Kata yang menarik untuk pada awalnya , bersemangat pastnya pada setiap orang untuk bisa. tapi ketika memulainya maka kita akan menemukan banyak kesulitan yang luar biasa, pemilihan kata , pengulangan yang tidak perlu,penulsan yang kadang tidak bisa difahami apa maksudnya merupakan sebagian kecil saja dari ketidak menarikan terhadap karya tulis kita.

Menurut Webster Dictionary, journalism (jurnalisme) adalah kegiatan mengumpulkan berita atau memproduksi sebuah surat kabar. Dengan kata lain, jurnalisme adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang wartawan, sedangkan jurnalistik merupakan kata sifat (ajektif) dari jurnalisme.

Dalam kamus lain, mengartikan jurnalistik sebagai “hal yang menyangkut kewartawanan”. Dalam penggunaan sehari-hari orang sering menggunakan kedua istilah ini (jurnalisme dan jurnalistik) untuk satu pengertian, yakni “kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar atau media lainnya (cetak maupun elektronik).

Untuk lebih tegasnya, jurnalistik adalah, proses kegiatan meliput, memuat, dan menyebarluaskan peristiwa yang bernilai berita (news) dan pandangan (views) kepada khalayak melalui saluran media massa (cetak dan elektronik) (Asep Syamsul M Romli: Jurnalistik Praktis)

Berita

Dalam jurnalistik, begitu banyak pengertian berita. Masing-masing orang memberikan definisi berita berdasarkan sudut pandang sendiri-sendiri dalam merumuskannya. Dalam buku Reporting, Mitchell V. Charnley menuliskan beberapa definisi berita:

“Berita adalah segala sesuatu yang terkait waktu dan menarik perhatian banyak orang dan berita terbaik adalah hal-hal yang paling menarik yang menarik sebanyak mungkin orang (untuk membacanya).” Ini definisi menurut Willard Grosvenor Bleyer.

Menurut Chilton R. Bush, berita adalah informasi yang “merangsang”, dengan informasi itu orang biasa dapat merasa puas dan bergairah. Sementara Charnley sendiri menyebutkan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau pendapat orang yang terikat oleh waktu, yang menarik dan/atau penting bagi sejumlah orang tertentu.

Nah, dari sekian definisi atau batasan tentang berita itu, pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dari definisi tersebut. Yakni:

  1. Laporan
  2. Kejadian/peristiwa/pendapat yang menarik dan penting
  3. Disajikan secepat mungkin (terikat oleh waktu)

Dalam jurnalistik juga dikenal jenis berita menurut penyajiannya. Pertama, Straight News (sering juga disebut hard news), yakni laporan kejadian-kejadian terbaru yang mengandung unsur penting dan menarik, tanpa mengandung pendapat-pendapat penulis berita. Straight news harus ringkas, singkat dalam pelaporannya, namun tetap nggak mengabaikan kelengkapan data dan obyektivitas.

Kedua, Soft News (sering disebut juga feature), yakni berita-berita yang menyangkut kemanusiaan serta menarik banyak orang termasuk kisah-ksiah jenaka, lust (menyangkut nafsu birahi manusia), keanehan (oddity).

Menulis berita

Oya, ada satu hal lagi tentang berita, selain kita harus memenuhi kaidah 5W+H (What, Who, Where, When, Why plus How), yakni menuliskan hasil laporan atau pengamatan terhadap peristiwa atau pendapat yang menarik itu. Intinya, adalah menuliskan berita itu ke dalam artikel yang menaik. Nah, supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak kamu kudu mengetahui beberapa hal, di antaranya:

  1. Informasi. Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, walah jangan harap kamu bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit.
  2. Siginifikansi. Maksudnya, berita kudu memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka.
  3. Fokus. Betul, kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway.
  4. Konteks. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya.
  5. Wajah. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu.
  6. Lokasi/Tempat. Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Kamu bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja kamu gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh.
  7. Suara. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan.
  8. Anekdot dan Kutipan. Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alinea—“cerita dalam cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi; narasi, karakterisasi, dialog, suasana. Semua itu dibuat dengan tujuan untuk mengajak pembaca melihat cerita dalam detil visual yang kuat. Kata orang-orang sih, anekdot sering dianggap sebagai ‘permata’ dalam cerita.

Nilai berita

Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput. Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita. 7 di antaranya adalah:

  1. Kedekatan (proximity). Ada dua hal tentang kedekatan. Pertama dekat secara fisik dan kedua, kedekatan secara emosional. Orang cenderung tertarik bila membaca berita yang peristiwa atau kejadiannya dekat dengan wilayahnya dan juga perasaan emosional berdasarkan ikatan tertentu.
  2. Ketenaran (prominence). Orang terkenal memang sering menjadi berita. Seperti kata ungkapan Barat, Name makes news. Bintang film, sinetron, penyanyi, politisi ternama seringkali muncul di koran dan juga televisi.
  3. Aktualitas (timeliness). Berita, khususnya straight news, haruslah berupa laporan kejadian yang baru-baru ini terjadi atau peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
  4. Dampak (impact). Sebuah kejadian yang memiliki dampak pada masyarakat luas memiliki nilai berita yang tinggi. Semakin besar dampak tersebut bagi masyarakat, semakin tinggi pula nilai beritanya.
  5. Keluarbiasaan (magnitude). Sebenarnya hampir sama dengan dampak, namun magnitude di sini menyangkut sejumlah orang besar, prestasi besar, kehancuran yang besar, kemenangan besar, dan segala sesuatu yang besar.
  6. Konflik (conflict). Berita tentang adanya bentrokan, baik secara fisik maupun nonfisik, selalu menarik. Misalnya bentrokan antar manusia, manusia dengan binatang, antar kelompok, bangsa, etnik, agama, kepercayaan, perang dsb.
  7. Keanehan (oddity). Sesuatu yang tidak lazim (unusual) mengundang perhatian orang di sekitarnya. Orang yang berdandan esktrentrik, orang yang bergaya hidup nggak umum, memiliki ukuran fisik yang beda denga yang lain pada umumnya, dsb cenderung jadi berita yang bernilai tinggi.

Daya tarik berita (News interest).

Beberapa topik yang mengandung daya tarik berita di antaranya adalah: self-interest,

uang, seks, perjuangan, pahwalan dan keterkenalan, suspence (mencekam), human interest, kejadian (perayaan) dengan lingkup besar, kontes, penemuan baru, hal yang tidak biasa, kejahatan, dsb.

Sumber informasi untuk bahan berita

Ada beberapa sumber perolehan berita:

  1. Staf surat kabar, yaitu personal yang bekerja pada redaktur surat kabar tertentu, berkantor di redkasi surat kabar tersebut.
  2. Koresponden, yaitu wartawan yang bekerja untuk media atau kantor berita tertentu dan tidak berkantor di kantor redaksi.
  3. Kantor berita (news agencies), yakni lembaga yang khusus berita-berita dalam dan luar negeri serta beraneka jenisnya untuk kemudian dijual ke berbagai media massa.
  4. Features Syndicates, yaitu lembaga yang khusus “menjual” kepada penerbit.
  5. Kalangan publisitas, yaitu orang-orang atau kelompok yang bekerja mempopulerkan orang-orang atau peristiwa.
  6. Volunteer staff, yaitu orang-orang awam atau bukan kalangan pers yang akan memberi informasi berharga tentang gejala dan kejadian yang bisa diangkat sebagai berita.

Syarat sumber berita

Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si reporter. Itu sebabnya, harus ada sumber berita yang jelas dan dapat dipercaya. Ada beberapa syarat sumber berita:

  1. Layak dipercaya, meski kelihatan mudah, tapi wartawan yang belum berpengalaman akan kejeblos mewawancarai sumber yang diragukan kebenaran omongannya. Jadi kudu jeli dan kritis ketika mengamati peristiwa atau kejadian dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
  2. Berwenang, artinya orang yang punya kekuasaan dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang kita garap. Kenapa ini penting? Pertama, agar tercapai keseimbangan penulisan berita yang balance (seimbang) dan both-sided coverage (liputan yang menyajikan keterangan dua pihak yang bertolak-belakang sehingga fair atau adil). Kedua, agar tulisan atau laporan bisa aman.
  3. Kompeten, artinya sumber berita tersebut layak untuk dimintai keterangannya.
  4. Orang yang berkaitan langsung dengan peristiwa, yaitu sumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.

Demikian sekilas tentang dasar-dasar jurnalistik, khususnya yang berkaitan dengan sebuah pemberitaan. Masih banyak unsur lainnya dalam jurnalistik seperti manajemen media massa, jenis-jenis tulisan di media massa, termasuk tentang kode etik jurnalistik. Bisa dibahas pada kesempatan lain, atau bisa juga mencari informasi sendiri. Semoga saja ilmu yang meski masih sedikit ini menjadi tambahan wawasan. Tapi intinya, jangan pernah merasa puas mendapatkan sedikit ilmu. Terus belajar, belajar, dan belajar. Tetep semangat![]


Jurnalistik

Kata yang menarik untuk pada awalnya , bersemangat pastnya pada setiap orang untuk bisa. tapi ketika memulainya maka kita akan menemukan banyak kesulitan yang luar biasa, pemilihan kata , pengulangan yang tidak perlu,penulsan yang kadang tidak bisa difahami apa maksudnya merupakan sebagian kecil saja dari ketidak menarikan terhadap karya tulis kita.

Menurut Webster Dictionary, journalism (jurnalisme) adalah kegiatan mengumpulkan berita atau memproduksi sebuah surat kabar. Dengan kata lain, jurnalisme adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang wartawan, sedangkan jurnalistik merupakan kata sifat (ajektif) dari jurnalisme.

Dalam kamus lain, mengartikan jurnalistik sebagai “hal yang menyangkut kewartawanan”. Dalam penggunaan sehari-hari orang sering menggunakan kedua istilah ini (jurnalisme dan jurnalistik) untuk satu pengertian, yakni “kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar atau media lainnya (cetak maupun elektronik).

Untuk lebih tegasnya, jurnalistik adalah, proses kegiatan meliput, memuat, dan menyebarluaskan peristiwa yang bernilai berita (news) dan pandangan (views) kepada khalayak melalui saluran media massa (cetak dan elektronik) (Asep Syamsul M Romli: Jurnalistik Praktis)

Berita

Dalam jurnalistik, begitu banyak pengertian berita. Masing-masing orang memberikan definisi berita berdasarkan sudut pandang sendiri-sendiri dalam merumuskannya. Dalam buku Reporting, Mitchell V. Charnley menuliskan beberapa definisi berita:

“Berita adalah segala sesuatu yang terkait waktu dan menarik perhatian banyak orang dan berita terbaik adalah hal-hal yang paling menarik yang menarik sebanyak mungkin orang (untuk membacanya).” Ini definisi menurut Willard Grosvenor Bleyer.

Menurut Chilton R. Bush, berita adalah informasi yang “merangsang”, dengan informasi itu orang biasa dapat merasa puas dan bergairah. Sementara Charnley sendiri menyebutkan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau pendapat orang yang terikat oleh waktu, yang menarik dan/atau penting bagi sejumlah orang tertentu.

Nah, dari sekian definisi atau batasan tentang berita itu, pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dari definisi tersebut. Yakni:

  1. Laporan
  2. Kejadian/peristiwa/pendapat yang menarik dan penting
  3. Disajikan secepat mungkin (terikat oleh waktu)

Dalam jurnalistik juga dikenal jenis berita menurut penyajiannya. Pertama, Straight News (sering juga disebut hard news), yakni laporan kejadian-kejadian terbaru yang mengandung unsur penting dan menarik, tanpa mengandung pendapat-pendapat penulis berita. Straight news harus ringkas, singkat dalam pelaporannya, namun tetap nggak mengabaikan kelengkapan data dan obyektivitas.

Kedua, Soft News (sering disebut juga feature), yakni berita-berita yang menyangkut kemanusiaan serta menarik banyak orang termasuk kisah-ksiah jenaka, lust (menyangkut nafsu birahi manusia), keanehan (oddity).

Menulis berita

Oya, ada satu hal lagi tentang berita, selain kita harus memenuhi kaidah 5W+H (What, Who, Where, When, Why plus How), yakni menuliskan hasil laporan atau pengamatan terhadap peristiwa atau pendapat yang menarik itu. Intinya, adalah menuliskan berita itu ke dalam artikel yang menaik. Nah, supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak kamu kudu mengetahui beberapa hal, di antaranya:

  1. Informasi. Yup, informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang efektif. Tanpa informasi, walah jangan harap kamu bisa menulis berita itu dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena tulisan jadi kurang menggigit.
  2. Siginifikansi. Maksudnya, berita kudu memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang mengancam kehidupan mereka.
  3. Fokus. Betul, kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata Hemingway.
  4. Konteks. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana mengalir, serta seberapa jauh dampaknya.
  5. Wajah. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh gagasan dan peristiwa itu.
  6. Lokasi/Tempat. Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Kamu bisa membuat tulisan jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja kamu gambarkan tentang suasana jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru deh.
  7. Suara. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan.
  8. Anekdot dan Kutipan. Anekdot adalah sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alinea—“cerita dalam cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi; narasi, karakterisasi, dialog, suasana. Semua itu dibuat dengan tujuan untuk mengajak pembaca melihat cerita dalam detil visual yang kuat. Kata orang-orang sih, anekdot sering dianggap sebagai ‘permata’ dalam cerita.

Nilai berita

Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput. Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita. 7 di antaranya adalah:

  1. Kedekatan (proximity). Ada dua hal tentang kedekatan. Pertama dekat secara fisik dan kedua, kedekatan secara emosional. Orang cenderung tertarik bila membaca berita yang peristiwa atau kejadiannya dekat dengan wilayahnya dan juga perasaan emosional berdasarkan ikatan tertentu.
  2. Ketenaran (prominence). Orang terkenal memang sering menjadi berita. Seperti kata ungkapan Barat, Name makes news. Bintang film, sinetron, penyanyi, politisi ternama seringkali muncul di koran dan juga televisi.
  3. Aktualitas (timeliness). Berita, khususnya straight news, haruslah berupa laporan kejadian yang baru-baru ini terjadi atau peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
  4. Dampak (impact). Sebuah kejadian yang memiliki dampak pada masyarakat luas memiliki nilai berita yang tinggi. Semakin besar dampak tersebut bagi masyarakat, semakin tinggi pula nilai beritanya.
  5. Keluarbiasaan (magnitude). Sebenarnya hampir sama dengan dampak, namun magnitude di sini menyangkut sejumlah orang besar, prestasi besar, kehancuran yang besar, kemenangan besar, dan segala sesuatu yang besar.
  6. Konflik (conflict). Berita tentang adanya bentrokan, baik secara fisik maupun nonfisik, selalu menarik. Misalnya bentrokan antar manusia, manusia dengan binatang, antar kelompok, bangsa, etnik, agama, kepercayaan, perang dsb.
  7. Keanehan (oddity). Sesuatu yang tidak lazim (unusual) mengundang perhatian orang di sekitarnya. Orang yang berdandan esktrentrik, orang yang bergaya hidup nggak umum, memiliki ukuran fisik yang beda denga yang lain pada umumnya, dsb cenderung jadi berita yang bernilai tinggi.

Daya tarik berita (News interest).

Beberapa topik yang mengandung daya tarik berita di antaranya adalah: self-interest,

uang, seks, perjuangan, pahwalan dan keterkenalan, suspence (mencekam), human interest, kejadian (perayaan) dengan lingkup besar, kontes, penemuan baru, hal yang tidak biasa, kejahatan, dsb.

Sumber informasi untuk bahan berita

Ada beberapa sumber perolehan berita:

  1. Staf surat kabar, yaitu personal yang bekerja pada redaktur surat kabar tertentu, berkantor di redkasi surat kabar tersebut.
  2. Koresponden, yaitu wartawan yang bekerja untuk media atau kantor berita tertentu dan tidak berkantor di kantor redaksi.
  3. Kantor berita (news agencies), yakni lembaga yang khusus berita-berita dalam dan luar negeri serta beraneka jenisnya untuk kemudian dijual ke berbagai media massa.
  4. Features Syndicates, yaitu lembaga yang khusus “menjual” kepada penerbit.
  5. Kalangan publisitas, yaitu orang-orang atau kelompok yang bekerja mempopulerkan orang-orang atau peristiwa.
  6. Volunteer staff, yaitu orang-orang awam atau bukan kalangan pers yang akan memberi informasi berharga tentang gejala dan kejadian yang bisa diangkat sebagai berita.

Syarat sumber berita

Sebuah tulisan jurnalistik haruslah bersumber dari fakta, bukan opini atau asumsi si reporter. Itu sebabnya, harus ada sumber berita yang jelas dan dapat dipercaya. Ada beberapa syarat sumber berita:

  1. Layak dipercaya, meski kelihatan mudah, tapi wartawan yang belum berpengalaman akan kejeblos mewawancarai sumber yang diragukan kebenaran omongannya. Jadi kudu jeli dan kritis ketika mengamati peristiwa atau kejadian dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
  2. Berwenang, artinya orang yang punya kekuasaan dan tanggung jawab terhadap masalah yang sedang kita garap. Kenapa ini penting? Pertama, agar tercapai keseimbangan penulisan berita yang balance (seimbang) dan both-sided coverage (liputan yang menyajikan keterangan dua pihak yang bertolak-belakang sehingga fair atau adil). Kedua, agar tulisan atau laporan bisa aman.
  3. Kompeten, artinya sumber berita tersebut layak untuk dimintai keterangannya.
  4. Orang yang berkaitan langsung dengan peristiwa, yaitu sumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.

Demikian sekilas tentang dasar-dasar jurnalistik, khususnya yang berkaitan dengan sebuah pemberitaan. Masih banyak unsur lainnya dalam jurnalistik seperti manajemen media massa, jenis-jenis tulisan di media massa, termasuk tentang kode etik jurnalistik. Bisa dibahas pada kesempatan lain, atau bisa juga mencari informasi sendiri. Semoga saja ilmu yang meski masih sedikit ini menjadi tambahan wawasan. Tapi intinya, jangan pernah merasa puas mendapatkan sedikit ilmu. Terus belajar, belajar, dan belajar. Tetep semangat![]


Rabu, 12 Agustus 2009

Utak-atik utang : kiat berhutang

Maksudnya bukan bagaimana dapat hutangan (itu bergantung sekali seberapa percaya orang lain kepadamu), tapi kapan sebaiknya kita berhutang.

JANGAN PERNAH BERHUTANG KECUALI : *

No. 1. Berhutang untuk hal yang harganya cenderung naik terus.

Misalnya rumah. Walaupun harga rumah naik turun, tapi kecenderungannya harga rumah naik terus.Rumah baru (di perumahan baru) biasanya relatif lebih mahal dibanding rumah lama dikarenakan biaya material dan harga tanah kian meningkat. Rumah sebaiknya diusahakan untuk beli, walaupun wajib kita pilih yang cicilannya sesuai kemampuan. Rumah pertama adalah ‘benteng pertahanan terakhir’ rumah tangga Anda, jadi wajib punya tapi kecil saja (T21 atau T36). Toh kalau Anda terbukti makin kaya, Anda selalu bisa beli rumah berikutnya. Kita senantiasa perlu teguh memegang indikator ‘aliran kas’ sebagai patokan keputusan pembelian.

No. 2. Behutang untuk alat produksi yang sudah jelas pendapatannya.

Misalnya buat membeli perlengkapan usaha atau menambah modal usaha.Perlu diperhatikan bahwa pastikan sudah ada pendapatan yang jelas dari alat/modal tersebut. Kalau belum jelas ya berarti tidak layak berhutang karena bisa menjadi perjudian (tidak jelas pengembalian cicilannya). Misalkan pula kita beli sepeda motor untuk berangkat kerja. Kalau setelah dihitung ternyata menjadi lebih ekonomis dibandingkan naik angkutan umum (karena Anda jadi lebih fleksibel, lebih produktif, bahkan lebih murah total ongkosnya), maka sebaiknya Anda beli walau kredit. Yang perlu diingat adalah, beli sesuai kemampuan daya cicilan Anda. Misalnya, tidak perlu beli motor baru, cukup motor bekas yang lebih murah.

No. 3. Berhutang untuk barang yang sangat dibutuhkan sekarang, walaupun nilainya merosot dalam jangka panjang.

Misalnya Anda perlu beli lemari es (walau bekas) untuk menyimpan makanan di rumah Anda. Kalau Anda tidak punya lemari es, mungkin Anda menjadi repot karena harus belanja setiap hari. Contoh lain. Suatu ketika saya membeli monitor komputer LCD hanya demi menyelamatkan mata anak saya yang senang main game di komputer. Monitor komputer LCD jelas lebih aman dibanding monitor tabung generasi sebelumnya. Karena anak saya masih kecil sehingga jangkauan lengannya pendek, maka dia duduk dekat sekali dengan monitor, jadi saya paksakan beli monitor LCD. Barang konsumtif, kebutuhan tersier, tapi penting buat sekarang (dan tak lagi penting ketika anak saya sudah besar nanti).

No. 4. Berhutang untuk menyelamatkan nyawa!

Untuk urusan nyawa, layak bagi kita untuk berhutang. Misal orang yang Anda cintai sakit, maka tak masalah untuk berhutang. Tentu saja selalu dipilih yang paling hemat dari pilihan yang tersedia. Jangan sampai karena takut berhutang maka pertolongan menjadi terlambat.

No. 5. Berhutang untuk menutup hutang lain yang lebih mencekik.

Kalau Anda bisa menemukan sumber hutang baru yang lebih baik, maka usahakanlah berpindah hutang. Misalnya, mantan bibi pembantu saat saya masih mahasiswa dulu, ternyata terlibat hutang ke rentenir karena butuh biaya untuk pengobatan anaknya yang sakit. Bunganya 10% per bulan! Akhirnya saya alihkan ke hutang lain yang lebih lunak pembiayaannya.

Sudah ah, lima saja.

Prinsip utama dalam berhutang adalah : tetap memegang kendali saat terjadi fluktuasi aliran kas pendapatan keluarga.

Kiat keluar dari hutang

Agar bisa keluar dari hutang berikut ini hal-hal yang sebaiknya dilakukan :

  1. baca doa agar terlepas dari kesulitan hutang, agar mendapat kemudahan jalan keluar
  2. sisihkan di awal bulan sebanyak 10-20 persen dari semua pendapatan untuk digunakan buat membayar hutang
  3. mencari sumber hutang yang paling lunak (katanya sih: orang tua atau saudara)

Demikian sekilas hal-hal tentang hutang…. :)

Doa mohon dilepaskan dari lilitan hutang (diambil dari milis hidayahnet)

Bismillah [hidayahnet] Doa Lepas dari Lilitan Hutang Temie Iswanto Fri, 01 Jul 2005 11:15:10 -0700

بسم الله الرحمن الرحيم

أللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن

وأعوذ بك من العجز والكسل

وأعوذ بك من الجبن والبخل

وأعوذ بك من غلبة الدين وقهر الرجال

allaahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazan, wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uudzu bika minal jubni wal bukhul, wa a’uudzu bika min ghalabatid daini wa qahril rijaal.

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan hati dan kesedihan, Dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, Dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil, Dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan tekanan orang.

Catatan: Abu Umamah (ra) berhasil melunasi hutangnya tak lama setelah dia mengamalkan doa yang disarankan oleh Rasulullah (saw). (HR Abu Dawud)

Bercita-cita Menjadi Investor

Menjadi investor? Bukankah cita-cita yang umum adalah menjadi dokter, menjadi pilot, menjadi insinyur, atau menjadi artis?

Ya, itulah cita-citanya orang yang tidak kaya (atau yang orang tuanya tidak punya ilmu menjadi kaya). Ini tidak bermaksud menghina, ini hanya sekedar menunjukkan perbedaan orang yang kaya dengan yang tidak kaya (kelas menengah atau miskin) dalam mendidik anaknya.

Didikan orang tua (yang tahu caranya) kaya adalah : jadilah investor, baru kemudian apa pun profesi yang kamu inginkan!

Setelah jeda yang sangat lama, saya kembali membuka buku Kiyosaki berjudul Guide to Investing. Ini satu di antara 3 buku Kiyosaki yang menjadi favorit saya. Buku yang lain adalah Retire Young Retire Rich, dan Cashflow Quadrant. Ya, Anda benar, saya menjadikan Kiyosaki sebagai salah satu guru saya. Virtual tentu saja.

Buku Guide to Investing ini cukup padat isinya dan saya tidak bermaksud menulis ulang isi buku ini (silahkan baca sendiri). Satu hal yang menarik untuk dikaji adalah esensi dari semua kegiatan yang Anda lakukan untuk menjadi kaya adalah ‘muara akhirnya’ yaitu : menjadi investor.

Anda boleh menjadi seorang karyawan (E:employee), sebagai seorang pekerja mandiri (S : self employee), atau menjadi bisnisman (B : businesss owner). Anda bebas memilih menjadi apa pun, atau sebaliknya tidak menjadi satu pun dari karyawan, pekerja mandiri, atau bisnisman itu. Namun Anda wajib menjadi investor (I : investor). Inilah satu-satunya jalan menjadi kaya.

Nah, karena kita dilahirkan dengan kondisi berbeda-beda, maka tidak semua orang langsung bisa terjun total sebagai investor. Kita perlu belajar dulu, perlu pengalaman dulu, dan perlu modal dulu. Itulah kenapa kita semua memerlukan profesi E, S, B, sebagai jembatan menuju profesi ultima yaitu sebagai I (investor).

Kalau begitu kita perlu segera terjun ke pasar saham dong? Atau ikut MLM (kata orang MLM)? Atau jual beli rumah?

Salah.

Langkah pertama adalah mengenal apa itu investasi. Dan jauh dari yang dibayangkan kebanyakan orang, investasi itu bukan main saham, bukan jual beli rumah, bukan juga rame-rame ikut MLM. Itu semua cuma disebut ‘kendaraan investasi’. Investasi menurut Rich Dad nya Kiyosaki adalah : sebuah rencana!

Investor Lesson #4 : Investing is a plan, not a product or procedure. Investing is a very personal plan. (Guide to Investing. Kiyosaki)

Saya kutipkan percakapan Kiyosaki dengan ‘ayah kaya’ nya sebagai berikut :

Dalam salah satu pelajaran saya (Kiyosaki - red.) mengenai investasi, ia (ayah kaya - red.) bertanya, “Tahukan kamu mengapa ada begitu banyak tipe mobil dan truk yang berlainan?”

Saya memikirkan pertanyaan itu sebentar, lalu menjawab, “Aku rasa karena ada begitu banyak tipe orang yang berlainan dan mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Seorang lajang mungkin tidak membutuhkan station wagon besar berkursi sembilan, tapi suatu keluarga dengan lima anak mungkin membutuhkan itu. Dan seorang petani akan memilih truk pickup daripada mobil sport dua kursi.”

“Tepat,” sahut ayah kaya. “Dan itu sebabnya produk-produk investasi sering disebut ‘kendaraan investasi’.”

“Mengapa istilahnya ‘kendaraan’?” tanya saya lagi.

“Sebab tugas semua kendaraan adalah membawamu dari titik A ke titik B!” jawab ayah kaya. “Suatu kendaraan investasi hanya membawamu dari titik finansial sekarang ke titik finansial yang kamu inginkan, entah kapan di masa mendatang.”

“Dan itu sebabnya investasi itu adalah rencana,” sahut saya sambil mengangguk pelan. Saya mulai paham.

“Investasi itu seperti merencanakan suatu perjalanan, misalnya dari Hawaii ke New York. Jelas, kamu tahu bahwa untuk awal perjalananmu sepeda atau mobil tidak akan memadai. Kamu perlu kapal laut atau pesawat terbang untuk menyeberangi laut,” kata ayah kaya.

“Dan sekali saya mendarat, saya bisa berjalan, mengendarai sepeda, atau bermobil, naik kereta api, bus, atau terbang ke New York,” tambah saya. “Semuanya kendaraan yang berbeda.”

Ayah kaya mengangguk. “Dan yang satu tidak lantas berarti lebih baik dari yang lain. Jika kamu punya banyak waktu dan betul-betul ingin melihat negeri ini, maka berjalan kaki atau naik sepeda akan menjadi yang terbaik. Tetapi jika kamu perlu berada di New York besok, jelas bahwa terbang adalah satu-satunya pilihan terbaik bagimu jika kamu ingin tiba tepat waktu.”

“Jadi banyak orang mengarahkan fokus pada suatu produk, misalnya saham, dan kemudian suatu prosedur, misalnya trading (jual-beli), tetapi sebetulnya mereka tidak mempunyai rencana. Itukan yang hendak Bapak katakan?” tanya saya.

Ayah kaya mengangguk. “Kebanyakan orang berusaha meraup uang dengan apa yang mereka anggap investasi. tetapi trading bukanlah investasi.”

“Kalau bukan investasi, lalu apa?” tanya saya.

“Trading adalah trading,” sahut ayah kaya. “Dan trading adalah suatu prosedur atau teknik. Orang yang memperdagangkan saham tidak berbeda dengan orang yang beli rumah, memperbaikinya, lalu menjualnya kembali dengan keuntungan lebih tinggi. Satu orang dagang saham, orang lain dagang rumah. Itu tetap trading. Dan trading adalah suatu profesi. Tetapi trading bukanlah apa yang aku sebut investasi.”

“Dan bagi Bapak, investasi adalah suatu rencana, rencana untuk membawa Bapak dari posisi sekarang ini ke posisi yang Bapak inginkan,” sahut saya sambil berusaha keras memahami batasan-batasan ayah kaya.

Ayah kaya mengangguk dan berkata, “Aku tahu ini agak dipaksakan dan terasa detil. Aku ingin melakukan yang terbaik untuk mengurangi kebingungan di seputar subyek investasi. Setiap hari aku bertemu dengan orang-orang yang mengira mereka sedang berinvestasi, padahal secara finansial mereka tidak beranjak kemana-mana. Mereka ibarat mendorong sebuah gerobak berputar-putar.”


Ketika membaca buku Guide to Investing saya sebenarnya tidak paham tentang ‘investasi adalah rencana’. Saya baru paham setelah membaca buku Retire Young Retire Rich yang menjelaskan konsep Wealth Ratio (WR).

Investasi adalah sebuah rencana maksudnya begini: dengan rencana tersebut Anda menggunakan berbagai kendaraan investasi untuk bisa berpindah dari miskin (WR=0) menjadi bebas finansial (WR=1) dan terus berkembang menjadi berkelimpahan (WR>1).

Jadi, apapun yang sekarang sedang Anda kerjakan di kantor atau bisnis, Anda ‘tidak akan pernah menjadi kaya’ kecuali Anda mulai membuat rencana, kemudian berlatih menggunakan kendaraan investasi, dan selanjutnya menggunakan ilmu dan uang yang Anda peroleh itu untuk diubah menjadi sumber pasif income hingga WR>1.

Eh, ngomong-ngomong, bolehkan saya tidak memilih jadi investor? Ya boleh saja. Paling-paling Anda gagal jadi kaya (yang berarti terus menjadi budak masalah finansial). Kan menjadi kaya juga sebuah pilihan….

Yang kecil, yang menentukan

“Saya mau pilih Prabowo,” kata Pandu. “Kenapa?” tanya saya. “Karena masih muda,” jawabnya pendek.

Iklan Gerindra memang ciamik, menarik. Prabowo tampak masih muda. “Prabowo tuh sudah tua juga, Ndu,” kata saya, mengingatkan bahwa usia Prabowo tidak jauh beda dengan SBY. “Yang penting coba sesuatu yang baru,” Pandu berkilah.

Saya juga, sebenarnya ingin calon presiden yang masih muda. Empat puluh tahunan gitu, seperti presiden Amerika. Tapi di sini masih jauh. Semua calonnya sudah udzur. Yang tua yang bicara.

Istri saya beda lagi. Dia ternyata betul tersentuh hati melihat yang berkerudung. Mulai bimbang. Saya sendiri? Saya percaya pembangunan yang bagus perlu waktu lama, jadi mestinya jangan sering ganti. Tapi, akhir-akhir ini setelah dibanjiri iklan-iklan pencitraan diri yang terkesan narsis (mungkin ide konsultan nih), malah saya mulai ragu juga. Ah, nanti sajalah menjelang pilpres….

Laptop saya berganti Macbook. Alasannya sederhana : multi touch pad. Bisa zooming dengan pinch out dua jari. Bisa scrolling dua jari. Bisa forward dan backward dengan tiga jari. Bisa switch dengan empat jari. Bahkan bisa zooming seluruh layar. Pokoknya unik. Selebihnya? Pusing dengan kompatibilitas software! Untuk baca file lama (windows NTFS) harus pasang software lagi, untungnya gratis (tapi lama juga carinya).

Seringkali keputusan kita didasarkan pada hal-hal yang kecil. Entah bagaimana alam bawah sadar kita bekerja, pasti ada sesuatu yang melatarbelakangi keputusan karena hal kecil tersebut. Misalnya, karena saya sering baca paper (format PDF), maka saya sangat memerlukan kemudahan scrolling dan zooming. “Jadi, beli Mac mahal-mahal itu cuma buat zooming?” tanya Pandu bercanda.

Kata Seth Godin di buku All Marketers Are Liars, sebenarnya konsumen sudah ‘memutuskan pembelian’ jauh hari sebelum Anda tawari. Yang ingin beli mobil kijang, sudah memutuskan beli sebelum ditawari. Demikian juga yang mau beli sedan BMW. Konsumen sudah memutuskan apa yang ia ingin beli. Nah, kemudian para pemasar merangkai berbagai cerita pilihan. Salah satu dari banyak tawaran cerita itu ada yang ‘pas’ dengan cerita yang ingin didengar konsumen. Saya ingin cerita komputer yang unik, nyaman buat baca, lalu Apple menawarkan scrolling dan zooming pakai multi touch pad. Klop. Saya beli Apple.

Kata Seth Godin lagi. Sebenarnya pemasar tidak akan mampu mengubah pikiran calon pembeli. Seberapa pun persuasifnya. Yang bisa ditawarkan adalah membuat beberapa alternatif cerita. Semoga ada salah satu yang ‘pas’ dengan apa yang dimau calon pembeli. That is marketing.

Apa yang sebenarnya ingin Anda cari saat mau membeli komputer, mobil, rumah, lemari es? Apa yang ingin Anda cari saat menilai calon pasangan hidup? Sebenarnya alam bawah sadar Anda sudah memutuskan. Tinggal cerita yang ditawarkan akan klop atau tidak dengan yang ingin Anda dengarkan. Seringkali justru satu hal kecil di salah satu cerita yang ternyata menjadi pemicu keputusan pembelian. Yang kecil, yang menentukan.


Nganggur, kerja, ibadah, sama capeknya

Orang itu masih duduk di tempat yang sama, duduk di taman rumput pinggir jalan, memakai topi, dan tidak melakukan apapun kecuali sekedar duduk-duduk saja. Begitulah yang kulihat ketika berangkat kerja di pagi hari, demikian pula yang kulihat ketika pulang di sore hari. Orang itu masih duduk di tempat sama, dan tidak melakukan apa-apa.

Kemudian terpikir dalam benak ini, apakah saya lebih capek hari itu dibandingkan dia? Rasanya tidak juga. Sepertinya dia juga mengalami kelelahan, mungkin kelelahan mental. Tampaknya duduk bengong seharian akan sama capeknya dengan bekerja seharian.

Pekerjaan saya sekarang ini memberikan keleluasaan dalam mengatur waktu kerja. Tidak leluasa amat, tapi boleh datang agak lambat atau pulang agak cepat. Terkadang saya sengaja tidak pergi ke kantor dan memilih bekerja di rumah, apakah itu menulis, mengoreksi ujian, membaca, dan kadang pula istirahat karena sebelumnya pergi ke luar kota. Yang saya rasakan, tidur melulu sepanjang hari, lalu berusaha tidak melakukan apapun, hanya nonton TV misalnya, betul-betul keiatan yang membosankan dan melelahkan pikiran. Rasanya diri ini tak berharga, tak menghasilkan apa-apa, dan hanya membuang waktu seharian (sementara umur kita makin pendek). Useless. Perasaan tak berharga itu sungguh melelahkan.

Jadi saya tahu bahwa nganggur itu tidak enak, membosankan, melelahkan. Sama capeknya dengan orang bekerja. Karena itu bila Anda sekarang memiliki pekerjaan, bercapek-capek pergi dari rumah ke kantor, berimpitan di KRL (Kereta Rel Listrik) maupun bis umum, terpaksa lari menghindari hujan maupun berkeringat di terik matahari, dan masih ditambah menghadapi bos yang kurang menyenangkan, maka BERGEMBIRALAH bahwa Anda punya pekerjaan dan tidak nganggur. Nganggur itu tidak enak.

Saya terkadang bilang ke mahasiswa saya, “Tahu tidak bahwa kuliah itu berat, namun tidak kuliah itu lebih berat!” Ya, nganggur, apalagi dengan ketidakpastian dan kecilnya peluang masa depan, merupakan kegiatan yang berat, lebih berat daripada mengerjakan tugas kuliah dan ujian.

Nganggur dan bekerja itu sama capeknya.

Bekerja dan ibadah

Bekerja dan ibdah pun sama capeknya. Siapa bilang ibadah itu lebih capek?

Rekan saya dari New York suatu ketika pergi ke Indonesia untuk membentuk tim programmer buat bisnisnya di Amerika. Dia percaya tenaga Indonesia itu handal dan berkualitas, sementara biaya memang relatif jauh lebih hemat dibandingkan di Amerika. Pekerjaan bisa dikirim lewat internet, karena kebetulan data yang dibutuhkan berbentuk digital. Ketika proses mewawancara para pelamar, dia memberikan pengantar yang menekankan perbedaan bekerja saja dengan bekerja sebagai ibadah. Dia adalah muallaf yang taat. Kira-kiranya begini terjemah bebasnya (dia ngomong dalam bahasa Inggris, dan kami manggut-manggut pura-pura ngerti), “Sekedar bekerja, dengan bekerja sebagai ibadah itu sama capeknya. Seorang programmer sibuk bekerja keras hingga malam, sampai hampir pecah kepalanya. Dan programnya mungkin juga tidak jalan. Programmer lain juga bekerja keras hingga malam, sampai hampir pecah kepalanya, namun dia berniat kerja sebagai ibadah. Hasilnya program mungkin juga tidak jalan, tapi dia mendapatkan pahala dari kerja kerasnya tersebut. Sama-sama kerja keras, sama-sama capek, tapi hasilnya berbeda.” Begitulah kira-kira yang dia sampaikan waktu itu, saya agak lupa persisnya, tapi kira-kira begitulah isinya.

Kerja dan ibadah itu sama capeknya. Tapi hasilnya beda, yang satu hanya duniawi (itupun sering luput), yang satunya plus ukhrowi mendapat hasil akhirat juga. Nah, bila Anda bekerja dengan tujuan plus ibadah, maka BERBAHAGIALAH. Anda sama capeknya dengan teman Anda sekedar bekerja, namun Anda mendapat pahala yang tidak akan didapatkan bila hanya sekedar bekerja.

Di manakah perbedaannya?

Lalu apa yang membedakan nganggur, kerja, dan ibadah, kalau akibatnya sama-sama capek?

Bedanya nganggur dengan kerja itu hanyalah MENAMBAHKAN TUJUAN PRODUKTIF dari apa yang kita lakukan. Bengong di pinggir jalan bila kemudian diberi tujuan untuk mengamati perilaku konsumen bisa bernilai kerja. Sama-sama duduk di pinggir jalan, namun karena ditambahkan tujuan produktif maka kegiatan itu menjadi bernilai.

Lalu apa bedanya bekerja dengan ibadah? Beribadah itu bukan hanya masalah shalat. Semua yang kita lakukan di dunia asalkan selaras dengan perintah Tuhan, maka kegiatan itu bisa bernilai ibadah. Yang perlu kita lakukan hanyalah MENAMBAHKAN NIAT IKHLAS dalam kerja kita itu. Apa itu ikhlas? Ikhlas itu artinya mengharapkan balasan sesuai kehendak Tuhan. Jadi kalau kita sudah usaha keras, bersungguh-sungguh, dengan niat baik, dan ridha/rela dengan apa pun hasilnya, itu sudah ikhlas. Kalau kita masih mengharapkan hasil sesuai mau kita sendiri, dan marah-marah kalau hasilnya tidak sesuai, berarti itu belum ikhlas. Tugas manusia itu menyempurnakan usaha, hasilnya sesuai dengan aturan Tuhan, kadang seperti yang kita perkirakan, sering pula beda jauh dari yang kita harapkan. Kalau kita rela dengan hasilnya maka kita ikhlas. Jadi, berusaha kerja sungguh-sungguh menyempurnakan usaha adalah bentuk ikhlas, karena motif kita bukan cuma uang gaji atau dari marah si Bos, tapi karena memberi kontribusi positif itu adalah sesuatu yang selaras dengan perintah Tuhan. Kita ikhlas dalam menempuh usaha untuk menjalani kehidupan. Kalau kita dihadapkan pada dilema mengambil barang haram atau meninggalkannya (dengan resiko kita kelaparan), lalu kita memilih meninggalkannya karena perintah Tuhan, ini juga bentuk ikhlas (karena yakin rizki itu dariNya). Kita ikhlas dengan kesempatan dan jalan rizki yang diberikan. Kalau hasil usaha kita tidak sesuai, maka kita rela dan niat akan berusaha lebih baik dan lebih cerdas untuk selanjutnya. Kita ikhlas dengan hasil kerja keras kita.

Jadi bedanya nganggur dengan kerja sangatlah tipis, yaitu sebuah tujuan produktif. Banyak orang tampak nganggur, namun dia sebenarnya sedang merancang sesuatu dalam pikirannya. Ini bekerja namanya. Sebaliknya banyak orang tampak sangat sibuk, namun sebenarnya hanya pelarian dan kamuflase saja. Ini pura-pura kerja namanya. Alva Edison, pendiri General Electric, bilang,

Being busy does not always mean real work. The object of all work is production or accomplishment and to either of these ends there must be forethought, system, planning, intelligence, and honest purpose, as well as perspiration. Seeming to do is not doing. (Edison)

Seeming to do is not doing. Tampak giat bukanlah kerja. Hanya ketika ada tujuan produktif dari kegiatan tersebut barulah disebut bekerja. Makanya kita sering jengkel dengan orang yang rajin masuk kantor hanya untuk duduk-duduk dan ngerumpi hingga sore. Sibuk tapi tidak bekerja.

Setipis itu pula bedanya bekerja dengan beribadah. Ketika kita menambahkan niat yang benar dalam kita bekerja, maka nilai pekerjaan itu menjadi berlipat ganda, dunia dan akhirat. Kalau begitu kita harus niat terus sepanjang waktu dong? Tidak juga, selama hari itu dimulai dengan Bismillah, dan kemudian yang kita lakukan sepanjang hari itu selaras dengan perintah Allah (tidak maksiat, tidak berbuat jahat, tidak menyakiti orang lain, tidak mengambil yang haram, dsb), maka keseluruhan kegiatan hari itu (termasuk mandi pagi, lari-lari mengejar bis, dll) menjadi ibadah bagi orang tersebut. Niat itu dimulai saat awal, lalu dijaga saja sepanjang hari, maka kerja menjadi ibadah.

Nganggur, kerja, ibadah, sama capeknya beda hasilnya. Nganggur tidak mendapatkan apapun, kerja mendapat hasil dunia, ibadah mendapat dunia akhirat.

nganggurkerja

PS: Ngeblog pun sama saja. Kalau ngeblog tanpa tujuan maka nilainya sama dengan pengangguran, kalau diberi tujuan yang produktif (berbagi ilmu misalnya, atau jualan) maka bernilai kerja, dan ketika ditambahkan niat tulus (membagi ilmu untuk menebar manfaat bukan sekedar mencari ketenaran diri, jujur tidak manipulatif, dll) maka dia menjadi ibadah. Baca blog pun sama saja. Kalau hanya iseng maka itu namanya pelarian pengangguran, kalau ditambahkan tujuan produktif (menambah ilmu, menambah kenalan, belajar) maka dia berfungsi seperti bekerja (perusahaan layak membayar internet untuk karyawan seperti ini), dan kalau ditambahkan niat tulus untuk ibadah (menjauhkan diri dari maksiat, pilih-pilih blog yang bermanfaat, dll) maka membaca blog pun adalah ibadah. Menguntungkan bukan? Small thing can make a big difference!

bagaimana agar bersedekah membuat Anda kaya?

Ini pendapat Joe Vitale, penulis Spiritual Marketing. Juga pendapat banyak penulis lain yang dari pengalamannya mendapati bahwa semakin dia rela memberi (bersedekah) semakin banyak apa yang dia sumbangan itu kembali kepada dirinya dengan berlipat-lipat. Kalu dia nyumbang uang, maka (biasanya) akan datang uang. Kalau tenaga, maka akan kembali banyak bantuan. Kalau ilmu, maka akan kembali lebih banyak ilmu. Mereka menemukan bahwa “to give in order to get” adalah suatu hukum universal.

Sebentar, masih menurut orang-orang tersebut, hanya sedekah yang tulus lah yang akan menggetarkan semesta. Jadi tidak semua pemberian akan memberikan efek pengembalian yang diharapkan. Tentu saja ini bukan sok merasa lebih tahu tentang cara yang disukai Tuhan, ini adalah berbagi pengalaman apa yang mereka rasakan. Kisah-kisah mereka dikumpulkan dalam e-book The Greatest Money-Making Secret in History!. Silahkan di download sendiri ya.

Berikut ini cara bersedekah (menyumbang) yang mereka rasakan mampu menggetarkan spiritualitas mereka :

1. Bersedekahlah saat merasa ingin bersedekah, jangan sampai merasa terpaksa. Bila saat bersedekah kita justru merasa kesal, maka akan tertanam di bawah ssadar bahwa bersedekah itu tidak enak, bahkan mengesalkan. Mungkin seperti kalau kita bayar parkir kepada preman di pinggir jalan. Ada perasaan terpaksa, tak berdaya, bahkan dirampok. Bukan karena besar kecilnya nilai uang, tapi rela tidaknya perasaan saat memberikan sumbangan. Kalau anda sedang suntuk, tunggu sampai hati lebih riang. Memberi dengan berat hati akan memberi asosiasi buruk ke alam bawah sadar.

2. Bersedekahlah kepada sesuatu yang disukai sehingga hati Anda tergetar karenanya. Mungkin suatu ketika Anda ingin menyumbang yatim piatu, di waktu lain mungkin menyumbang perbaikan jembatan, mungkin pelestarian satwa yang hampir punah, mungkin disumbangkan untuk modal usaha bagi seorang pemula. Intinya adalah Anda sebaiknya menyedekahkan pada hal yang membuat perasaan Anda tergetar. Setiap orang akan berbeda. Seringkali seseorang menyumbang ke tempat ibadah, tapi hatinya tidak sejalan, hanya karena kebiasaan. Menyumbang yang tak bisa dihayati tak akan menggetarkan kalbu.

3. Bersedekahlah dengan sesuatu yang bernilai bagi Anda. Kebanyakan wujudnya adalah uang, namun lebih luas lagi adalah benda yang juga anda suka, pikiran, tenaga, ilmu yang anda suka. Dengan menyumbang sesuatu yang anda sukai, membuat anda juga merasa berharga karena memberikan sesuatu yang berharga.

4. Bersedekahlah dalam kuantitas yang terasa oleh perasaan. Bagaimana rasanya memberi sedekah 25 rupiah? Bagi kebanyakan orang nilai ini sudah tidak lagi terasa. Untuk seseorang dengan gaji 1 juta, maka 50 ribu akan terasa. Bagi yang perpenghasilan 20 juta, mungkin 1 juta baru terasa. Setiap orang memiliki kadar kuantitas berbeda agar hatinya tergetar ketika menyumbang. Nilai 10 persen biasanya menjadi anjuran dalam sedekah (bukan wajib), mungkin karena sejumlah nilai itulah kita akan merasakan ‘beratnya’ melepas kenikmatan.

5. Menyumbang anonim akan memberi dampak lebih kuat. Ini erat kaitannya dengan ketulusan, walaupun tidak anonim juga tak apa-apa. Dengan anonim lebih terjamin bahwa kita hanya mengharap balasan dari Tuhan (ikhlas).

6.Bersedekah tanpa pernah mengharap balasan dari orang yang anda beri. Yakinlah bahwa Tuhan akan membalas, tapi tidak lewat jalan orang yang anda beri. Pengalaman para pelaku kebanyakan menunjukkan bahwa balasan datang dari arah yang lain.

7. Bersedekahlah tanpa mengira bentuk balasan Tuhan atas sedekah itu. Walaupun banyak pengalaman menunjukkan bahwa kalau bersedekah uang akan dibalas dengan uang yang lebih banyak, namun kita tak layak mengharap seperti itu. Siapa tahu sedekah itu dibalas Tuhan dengan kesehatan, keselamatan, rasa tenang, dll, yang nilainya jauh lebih besar dari nilai uang yang disedekahkan.

Demikian berbagai hal yang berkaitan dengan prinsip bersedekah. Prinsip-prinsip ini sangat sesuai dengan petunjuk rasulullah Muhammad berkaitan dengan sedekah dan keutamaannya. Kalau tak salah, ada hadits yang menyatakan bahwa tak akan menjadi miskin orang yang bersedekah. Dijamin.

Selain itu bersedekah juga menghindarkan diri dari marabahaya.

Ada sebuah kisah yang kalau tak salah saya dapat dari Pak Jalaluddin Rakhmat tentang seorang yang ditunda kematiannya karena bersedekah. Suatu ketika rasulullah sedang duduk bersama para sahabat. Lalu melintaslah seorang yang memanggul kayu bakar. Tiba-tiba Rasulullah berkata kepada para sahabat, “Orang ini akan meninggal nanti siang.”

Sorenya ketika Rasulullah duduk bersama para sahabat, melintaslah orang tersebut. Maka dipanggillah orang tersebut oleh rasul dan ditanya, “Aku diberitahu (malaikat) tadi pagi bahwa kamu akan menemui ajal siang tadi. Tapi kulihat kamu masih segar bugar. Apa yang telah kamu lakukan?” Kemudian orang itu berkisah bahwa tadi pagi dia membawa bekal makan siang. Lalu di tengah jalan bekal itu dia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Selanjutnya, kata orang itu, saat kayu-kayu bakar diletakkan tiba-tiba seekor ular hitam keluar dari dalamnya. Rasulullah kemudian menjelaskan bahwa ular itulah yang sedianya akan mematuk orang tersebut, namundia berpindah takdir karena sedekahnya menghidarkan dia dari bahaya tersebut.

(Demikian lebih kurang sebuah kisah yang saya tahu. Sayang saya lupa detilnya, apalagi perawinya. Jadi mohon dicari sendiri sumber kisah tersebut. Seingat saya kisah tersebut dari Pak Jalal yang saya kenal punya banyak sumber terpercaya.)

Kisah itu menunjukkan keutamaan sedekah yang bisa menghindarkan diri dari bahaya, sekaligus menujukkan bahwa cara Tuhan membalas sedekah tidak dalam bentuk dan jalan yang kita sangka.


kunjungi kami dan bergabunglah dengan kami
facebook, frienster,blog di alamat pemudababadan@yahoo
.com

Tiga ilmu inti menghasilkan pasif income

recehPasif murni menurut rich dad nya Kiyosaki adalah real estate. Yang setengah pasif (disebut portofolio) adalah penghasilan dari saham. Bisnis juga setengah pasif yang didapat dari pengeluaran baik – yaitu yang mengurangi pajak dan menambah aset- (good expense) dan deviden (hak saham yang bersifat portofolio).

Uniknya saat mendengarkan audio book Kiyosaki, dia bilang bahwa sumber utama adalah : bisnis, real estate, dan asuransi. Asuransi? Ya, asuransi.

Setelah coba saya renungkan, menurut saya pemahamannya seperti ini, yaitu :

  • Bisnis : esensinya adalah sistem yang berjalan baik tanpa kehadiran anda. Buku yang baik mengenai ini adalah buku Michael Gerber berjudul E-Myth.
  • Real estate : esensinya adalah hak hukum, anda dibayar karena diberi hak oleh hukum, misalnya paten, menyewakan alat, bahkan menyewakan udara! (Misalnya frekuensi seluler. Kabarnya sebuah operator perlu bayar ke negara hingga 400 milyar setahun untuk menggunakan frekuensi tertentu. Artinya negara mendapat pasif income dari hal ini.) Tukang parkir juga sebenarnya punya hak real estate. Preman yang suka ngutip (sama halnya aparat ‘jahat’) juga mendapatkan uang dari real estate (baca: pemerasan).
  • Asuransi : esensinya adalah manajemen resiko. Permainan saham dan valas sebenarnya juga wujud dari permainan asuransi. Anda beli saat murah, diproteksi pakai asuransi, lalu dijual saat mahal. Menanam modal dan bisnis asuransi adalah bentuk manajemen resiko.

Semua kegiatan yang menghasilkan pasif dapat terkategori dalam salah satu hal di atas. MLM juga menerapkan hal yang mirip yaitu kombinasi sistem dan hak hukum. Anda punya hal hukum dibayar dari kinerja downline (real estate). Bertindak sebagai agen (penjualan tiket, distribusi voucher, dsb) merupakan kegiatan ‘real estate’ juga.

Sementara itu bila Anda membuat dan menjual produk sebenarnya masuk kategori sistem bisnis. Dalam hal ini bukan produknya yang penting, tapi sistem produksi dan penjualannya yang penting. Bila kita memberikan lisensi produk, maka kita masuk dalam bisnis ‘real estate’ yaitu royalti dari paten maupun franchise.

Yang juga menarik adalah asuransi. Ini permainan tingkat tinggi yang dipahami kalangan kaya. Kalau orang miskin tidak mau (dan tidak mampu) beli asuransi, kelas menengah membeli asuransi, maka orang kaya menjual asuransi. Dengan ilmu matematika aktuaria, dan prinsip-prinsip pengelolaan investasi, maka resiko bisa diperhitungkan dan disiasati.

Singkatnya : ilmu pasif income ada di tiga hal tersebut, yaitu kemampuan membuat sistem (bisnisman baru disebut berhasil kalau bisa meninggalkan bisnisnya di tangan orang lain, dan bisnisnya tetap jalan terus), kemampuan mendapat hak hukum (orang politik dan broker nih biasanya, juga pemegang paten dan franchise, juga para pemilik real estate), dan kemampuan manajemen resiko (pengelola investasi, seperti Warren Buffet, juga penjamin asuransi)

Simple story. Suatu ketika saya mendapat kesempatan menjembatani investasi bisnis di bidang transportasi. Karena jasa itu saya mendapat komisi selama 2 tahun sebesar 2 persen dari nilai investasi. Ini termasuk jenis hak hukum (real estate). Lumayanlah, setiap bulan saya mendapat pasif income yang nilainya sebesar gaji bulanan saya! Bayangkan kalau tiap bulan kita mampu mencetak uang dengan cara seperti itu. Jelas bisa kaya.

Salah satu konsep yang menarik dari rich dad adalah teka-teki 90/10, yaitu kemampuan 10 persen orang yang sanggup menguasai 90 persen uang di dunia ini. Teka-teki itu adalah : bagaimana menghasilkan uang tanpa mengeluarkan uang. Hal ini mungkin, dengan terus berlatih. Anda bisa menjadi agen transaksi, menjadi pemodal sementara sebelum menjual lagi, beli volume besar kemudian dibuat retail, dan sebagainya. Kalau sudah bisa memecahkan teka-teki ini berarti Anda adalah kandidat 10 persen orang yang menguasai 90 persen peredaran uang.

Saya mau berbagi cerita yang menurut saya hebat sekaligus bisa membuat sedih. Ini saya dapat dari orang Indosat mengenai kontroversi penjualan saham Indosat sekitar dua tahun lalu. Saya tulis sebagai bahan pelajaran bahwa orang Indonesia itu pintar (IQ tinggi), namun orang Singapura lah yang cerdik (PowerQ nya tinggi). Kalau Anda punya info lebih akurat, mohon saya dikoreksi (info ini saya dapat dari orang dalam yang terpercaya, pihak yang protes dengan transaksi itu, tentu saja masih sudut pandang sepihak).

Saat itu pemerintah butuh duit. Maka Indosat dipilih untuk divestasi. Menurut kabar, saham Indosat bernilai buku setara 25 ribu per lembar. Namun karena pasar lesu – dan di’goreng-goreng’ para pelaku saham – nilai saham ini berhasil dijatuhkan hingga seakan-akan 8 ribu saja (pedih). Maka datanglah pihak Singapura dengan ‘gagah’ mengatakan bahwa akan membeli di harga 12 ribu, premium 50% lebih tinggi dari pasar. Watch out, harga ‘asli’nya 25 ribu, dibuat seakan 8 ribu, lalu dibeli 12 ribu. Walau seperti gagah, sebenarnya nilai pembelian itu hanya separuh harga aslinya! Kalau pemerintahnya cukup cerdas, mestinya jangan dijual itu saham!

Cerita berlanjut. Kabarnya pihak STT Singapura meminjam bank untuk membeli saham tersebut, dengan jaminan : saham Indosat yang dibeli itu sendiri! (karena nilainya sebenarnya 25 ribu, dua kali lipat nilai pinjaman).

Oke. Akhirnya Indosat dibeli dengan nilai 600 juta dolar untuk berapa ya, 50% atau 40% saham (saya lupa). Saat itu Indosat dinilai hanya dari bisnis selulernya (Satelindo dan IM3), padahal Indosat memiliki jalur backbone terbesar keluar negeri! Sebagai pembanding, telkomsel melepas nilai 12% sahamnya sebesar 360 juta dolar ke pada SingTel Singapura. Apakah nilai Indosat semurah itu?

Nah ini bagian cerdiknya. Singapura kemudian memecah saham Indosat (split) menjadi 5 bagian yang lebih kecil. Setiap saham baru dia beri harga 5 ribu. Lebih murah daripada sebelumnya? Tentu tidak, saudara. Total 5 saham baru seharga 5ribu senilai dengan 1 saham lama seharga 25ribu. Saham Indosat kembali dinaikkan ke harga aslinya!

Jadi bila pihak Singapura melepas separuh sahamnya, maka dia sudah bisa membayar lunas hutangnya ke bank! Dan tetap memiliki separuh sisanya, seakan GRATIS!

Nasib buruk memang menyertai bangsa yang bodoh dan sedang miskin. Sekarang kabarnya kita berusaha naik banding menggagalkan transaksi aneh itu, bahkan terbetik kabar mau membeli balik saham Indosat dengan harga baru tersebut (ah, bodoh sekali…). Kata rekan yang pihak dalam itu, dengan nilai pinjaman 600 juta dolar, sebenarnya Indosat sendiri mampu mengembalikan investasi dalam 4 tahun. Cukup dipinjami, tidak perlu dijual dengan konyol! Dengan 200 juta penduduk, bisnis komunikasi di Indonesia selalu cerah, dan Indosat saat itu adalah perusahaan yang sangat sehat. Jadi, mengapa harus Inul.. eh salah Indosat?

Lesson : kita perlu belajar menciptakan uang tanpa uang dengan kecerdikan Singapura itu (tentu saja tanpa permainan politik tak etis –kalau memang ada- di belakangnya). Itulah mengapa Singapura lebih kaya, mereka mampu memecahkan teka-teki 90/10, menciptakan uang tanpa uang. Benarlah kata rich dad nya Kiyosaki : uang itu cuman gagasan!

(Informasi itu akurat dari pihak dalam, tapi kalau ada yang bisa menyeimbangkan akan lebih baik. Info tersebut dari kubu penentang divestasi Indosat. Silahkan Anda nilai sendiri keakuratannya.)

Oke, kita sudah diberitahu 3 ilmu inti menghasilkan pasif income. Kalau menguasai salah satu ilmu itu saja sudah hebat. Syukur-syukur kalau kombinasi dua, atau ketiganya sekaligus.