Rabu, 12 Agustus 2009

Survival of the Fittest

Anda kurang tampan? Kurang tinggi? Kerempeng? Kegemukan? Bodo matematika? Kabar bagus buat Anda. Semua itu tidak terlalu penting di masa sekarang. Pilihan bentuk pekerjaan semakin banyak.

Tukul Arowana beruntung memiliki wajah tidak tampan (itu menurut dia sendiri loh). Karena justru wajahnya itulah daya tarik kelucuannya. Dalam sejarah kelucuan, jarang komedian yang berwajah setampan Tom Cruise. Ketampanan tidak memancing tawa. Ketidaktampanan bisa menarik tawa. Tidak tampan jadi peluang. Kata Tukul, “Wajah desa, rejeki kota.”

Mamalia beruntung karena fisiknya yang kecil, karena itu makannya juga sedikit, membuatnya bertahan dari kepunahan masa dinosaurus. Orang Indonesia beruntung karena kulitnya yang coklat membuat resiko kanker kulit menurun walau terpapar banyak sinar matahari katulistiwa.

Sudahkah Anda tahu bahwa keheningan bisa dijual? Sekarang ada headphone yang digunakan untuk meredam suara. Pembelinya adalah mereka yang ingin tidur di perjalanan. Naik mobil bising. Naik pesawat pun bising. Maka keheningan pun menjadi mahal harganya. Lalu ada yang menjual penutup telinga, ya headphone khusus untuk meredam suara itulah. Pasang di telinga, kesunyian pun menemani Anda untuk bisa tidur nyenyak. Yang ‘fit’ adalah yang tidak ada bunyinya.

Kita selalu ingin menjadi yang ter dalam segala bidang. Tertampan, tertinggi, terpandai, terkuat, terkaya, dan lainnya. Padahal Tuhan menciptakan dunia ini dengan unik. Setiap kondisi ada kesempatan yang paling pas dengannya. Apakah Anda ingin jadi Presiden? Saya kok membayangkan tugas Presiden itu penuh protokoler yang menjemukan. Tapi pasti ada (dan banyak kayaknya) yang ingin jadi Presiden. Sebaliknya, banyak pula yang tidak mau jadi Presiden. Untuk bahagia pun ternyata perlu kegiatan yang ‘fit’ dengan jati diri kita.

Survival of the fittest

Adalah yang paling ‘fit’ yang akan bertahan. Arti ‘fit’ di sini adalah yang paling sesuai, bukan yang paling kuat. Anda mungkin bodoh matematika, tapi kalau tugas sebagai diplomat maka hal tersebut tidak relevan. Anda mungkin pendek, tapi kalau pekerjaan Anda adalah manajer produksi mungkin hal itu juga tidak relevan.

Kita beruntung sebagai manusia. Kita bisa memilih tempat kita untuk tinggal dan berjuang. Kalau Anda kurang pintar dalam akademis, tidak perlu ngotot jadi dosen. Mungkin Anda lebih cocok dalam lingkungan seniman, atau pebisnis. Kita bisa memilih tempat dimana kita bisa menjadi paling ‘fit’ dengan kondisi tertentu. Di situlah kita bisa unggul. Saya memegang dengan yakin konsep ‘survival of the fittest’ ini. Ada 3 kiat yang bisa Anda coba. Saya telah menggunakannya.

Kiat pertama adalah dengan menjadi ‘orang picak di kalangan orang buta’. Kita pasti mempunyai kemampuan yang unik dibanding teman lain, dan keunikan kita tersebut cocok dengan suatu kebutuhan kerja tertentu. Misalnya. Dalam kelompok tim insinyur yang jago teknologi, ternyata hanya kita yang hobi baca buku pemasaran. Jadilah kita punya ilmu yang mencampurkan teknologi dengan bisnis. Sebaliknya di kalangan pemasaran, mungkin kita yang paling ngerti teknologi. Inilah si picak di kalangan si buta.

Kiat ke dua adalah ‘bagai ikan dalam air‘, yaitu mencari pekerjaan dimana kekuatan kita menjadi menonjol dan kelemahan kita menjadi tidak relevan. Kalau kita pemalu untuk tampil, maka pekerjaan sebagai pengrajin (misalnya seniman, teknisi, auditor, dan sebagainya yang mengandalkan kerja mandiri) akan cocok, karena tidak memerlukan tampil ke banyak orang. Kalau kita pemalu, tak perlu mimpi menjadi vokalis band, sebaliknya fokus menjadi penulis lagu. Di setiap pekerjaan akan ada kondisi yang membuat kita paling fit dengannya.

Kiat ke tiga adalah ‘menjadi landak‘, yaitu mendalami keahlian hingga kita menjadi yang paling ahli di bidang itu. Jangan membayangkan keahlian yang canggih-canggih. Setiap hal ada ilmunya. Saya pernah melihat di televisi tentang seorang yang ahli membuat bubuk tinta dari arang pohon cemara. Hanya untuk mendalami seni membuat tinta diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya. Inilah spesialis yang disebut Peter Drucker sebagai ‘knowledge worker’. Di masa sekarang ini sebenarnya setiap orang adalah manajer dirinya sendiri. Anda bisa sewaktu-waktu dipecat. Namun jika Anda punya keahlian tinggi, peluang masih akan terbuka. Lalu mengapa banyak orang yang nganggur? Karena keahliannya cuma rata-rata. Makanya tidak dicari orang. Setiap hari orang masih mencari teknisi bengkel yang ahli, pemasar yang ahli, desainer yang ahli, tukang sate yang ahli, penjual cendol yang ahli. Setiap hari orang masih mencari. Sayangnya pasar tenaga kerja dipenuhi orang yang rata-rata, tidak menonjol, tidak ahli, tidak mastery.

Tiga kiat tersebut : si picak di kalangan orang buta, bagai ikan dalam air, dan menjadi landak, adalah kiat yang senantiasa relevan untuk menjadi ‘the fittest’.

Tidak ada komentar: