Minggu, 24 Mei 2009

waktunya jadi wirausaha

Waktunya Kamu Jadi WIRAUSAHA !
Mau jadi orang kaya? Mau cepat mendapat pekerjaan? Mau memberi lapangan kerja ke temen-temen kamu? Jawabannya cuma satu: KAMU HARUS JADI WIRAUSAHA! Ya, jadi wirausaha karena kamu nantinya akan punya sebuah bisnis yang bisa memperkerjakan teman-temanmu, bekerja untuk pertumbuhan bisnismu sendiri, dan tentu saja kalau kamu pandai mengelola usahamu, KAYA bukan lagi impian!So, mau apa lagi? Berarti gak ada jalan lain khan kecuali menjadi pemilik usaha sendiri... Sebenarnya, menjadi pemilik usaha sendiri memiliki banyak sekali manfaat. Pertama, kamu-lah yang membentuk masa depanmu sendiri lewat apa yang akan kamu kerjakan di perusahaan kamu sendiri. Kedua, kamu bisa mengatur kehidupanmu dengan lebih bebas. Memiliki perusahaan sendiri berarti jam kerjamu bisa kamu atur sendiri, tidak terpancang seperti halnya menjadi karyawan. Tetapi, tetap aja disiplin menjadi nomor wahid kalau usahamu pingin berkembang dan bisa membesar terus... Ketiga, kamu bisa lebih bebas berkreasi. Coba deh kamu pikirkan kalau kamu jadi karyawan? Kreativitasmu pasti akan dibatasi oleh serangkaian aturan perusahaan atau izin dari bosmu sendiri. Kalau punya perusahaan sendiri, kamu bakal bisa menyalurkan kreativitas untuk bisnismu sendiri sesuka hatimu. Semakin kreatif kamu, usahamu juga bakalan bisa maju. Yang mengaturmu hanyalah mekanisme pasar, kamu harus berpikir kalau kreativitasmu bisa diterima pasar!Keempat, kamu bisa memberi lapangan pekerjaan yang sudah semakin sempit. Kalau usahamu mau berkembang, kamu harus rela untuk bisa berbagi tugas dengan orang lain. Tidak mungkin semua pekerjaan akan bisa kamu tangani sendiri tanpa kehadiran orang lain. Jadi, setiap wirausaha pasti memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bisa berkarya bersama kamu. Top abis gak tu??Kelima, kamu bisa lebih nyata berbuat untuk bangsa dan negara. Kayaknya yang satu ini memang rada muluk-muluk, tapi percayalah dengan menjadi pemilik usaha mandiri, kamu akan bisa lebih banyak berbuat untuk bangsa dan negara. Pertama, kamu pasti nantinya akan menjadi wajib pajak dan membayar pajak atas penghasilan usahamu. Kedua, kamu memberi tambahan lapangan pekerjaan walaupun hanya untuk seoran saja. Ketiga, kamu juga bisa memberi inspirasi ke orang lain-yang lebih banyak lagi-untuk semakin mau menjadi wirausaha... Berarti kamu khan bakal memberikan kontribusi ke negara yang lebih besar lagi khan? So, mengapa harus bingung? Tetapkan hati, jadilah WIRAUSAHA saat ini juga!

waktunya jadi wirausaha

Waktunya Kamu Jadi WIRAUSAHA
!Mau jadi orang kaya? Mau cepat mendapat pekerjaan? Mau memberi lapangan kerja ke temen-temen kamu? Jawabannya cuma satu: KAMU HARUS JADI WIRAUSAHA! Ya, jadi wirausaha karena kamu nantinya akan punya sebuah bisnis yang bisa memperkerjakan teman-temanmu, bekerja untuk pertumbuhan bisnismu sendiri, dan tentu saja kalau kamu pandai mengelola usahamu, KAYA bukan lagi impian!So, mau apa lagi? Berarti gak ada jalan lain khan kecuali menjadi pemilik usaha sendiri... Sebenarnya, menjadi pemilik usaha sendiri memiliki banyak sekali manfaat. Pertama, kamu-lah yang membentuk masa depanmu sendiri lewat apa yang akan kamu kerjakan di perusahaan kamu sendiri. Kedua, kamu bisa mengatur kehidupanmu dengan lebih bebas. Memiliki perusahaan sendiri berarti jam kerjamu bisa kamu atur sendiri, tidak terpancang seperti halnya menjadi karyawan. Tetapi, tetap aja disiplin menjadi nomor wahid kalau usahamu pingin berkembang dan bisa membesar terus... Ketiga, kamu bisa lebih bebas berkreasi. Coba deh kamu pikirkan kalau kamu jadi karyawan? Kreativitasmu pasti akan dibatasi oleh serangkaian aturan perusahaan atau izin dari bosmu sendiri. Kalau punya perusahaan sendiri, kamu bakal bisa menyalurkan kreativitas untuk bisnismu sendiri sesuka hatimu. Semakin kreatif kamu, usahamu juga bakalan bisa maju. Yang mengaturmu hanyalah mekanisme pasar, kamu harus berpikir kalau kreativitasmu bisa diterima pasar!Keempat, kamu bisa memberi lapangan pekerjaan yang sudah semakin sempit. Kalau usahamu mau berkembang, kamu harus rela untuk bisa berbagi tugas dengan orang lain. Tidak mungkin semua pekerjaan akan bisa kamu tangani sendiri tanpa kehadiran orang lain. Jadi, setiap wirausaha pasti memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bisa berkarya bersama kamu. Top abis gak tu??Kelima, kamu bisa lebih nyata berbuat untuk bangsa dan negara. Kayaknya yang satu ini memang rada muluk-muluk, tapi percayalah dengan menjadi pemilik usaha mandiri, kamu akan bisa lebih banyak berbuat untuk bangsa dan negara. Pertama, kamu pasti nantinya akan menjadi wajib pajak dan membayar pajak atas penghasilan usahamu. Kedua, kamu memberi tambahan lapangan pekerjaan walaupun hanya untuk seoran saja. Ketiga, kamu juga bisa memberi inspirasi ke orang lain-yang lebih banyak lagi-untuk semakin mau menjadi wirausaha... Berarti kamu khan bakal memberikan kontribusi ke negara yang lebih besar lagi khan? So, mengapa harus bingung? Tetapkan hati, jadilah WIRAUSAHA saat ini juga!

Rabu, 20 Mei 2009

Totalitas Total Football
Liza Arifin - detiksport



(sport.it)

London - Total Football bagi saya adalah sistem permainan sepakbola yang paling menarik. Tetapi memahami Total Football ternyata tidak segampang yang saya duga. Berulangkali membaca berbagai literatur dan artikel sepakbola, susah menemukan penjelasan mengapa dan bagaimana Total Football muncul. Hanya dengan memahami mengapa dan bagaimana, kita bisa memahami esensi sesuatu.

Yang standar tentu saja kita tahu bahwa sistem ini pertama kali muncul di Belanda dengan permainan bertumpu pada fleksibilitas pertukaran posisi pemain yang mulus. Posisi pemain sekadar kesementaraan yang akan terus berubah sesuai kebutuhan. Karenanya, semua pemain dituntut untuk nyaman bermain di semua posisi.

Penjelasan paling memuaskan malah bukan saya dapat dari orang Belanda, melainkan seorang penulis Inggris yang tergila-gila dengan sepakbola Belanda. David Winner menulis buku yang kalau diterjemahkan bebas kira-kira berjudul, "Oranye Brilian -- Jenius dan Gilanya Sepakbola Belanda".

Orang Belanda sendiri sampai terkagum-kagum dan mengatakan, ''Ah, jadi begitukah cara berpikir kami.'' Banyak pemain bola Belanda seperti tersadarkan pada sosok yang berada di dalam kaca ketika mereka bercermin.

Winner tidak membahas sepakbola semata. Menurutnya Total Football hanyalah pengejawantahan ''psyche'' paling dasar warga Belanda dalam memahami kehidupan. Benang merah Total Football juga ada dalam karya seni, arsitektur, dan bahkan tatanan sosial budaya masyarakat Belanda.

Berlebihan? Mungkin. Namun penjelasannya sungguh masuk akal.

Kita semua tahu ukuran lapangan sepakbola lebih kurang sama di mana-mana, sehingga ruang permainan selalu sebenarnya sama. Tapi orang Belanda sadar bahwa ruang juga adalah persoalan abstrak di dalam kepala. Membesar dan mengecilnya ruang tergantung pada cara mengeksploitasinya.

Total Football, demikian jelas buku itu, adalah persoalan ruang dan eksploitasinya itu, bukan yang lain. Fleksibilitas posisi pemain, pergerakan pemain, semuanya adalah konsekuensi dari upaya untuk menciptakan ruang agar bisa dieksploitir semaksimal mungkin.

Prinsip dasarnya sebenarnya sangat sederhana. Besar kecilnya lapangan sepakbola walau ukurannya sama, tetapi di benak bisa berubah tergantung siapa yang bermain di dalamnya.

Misalnya, begitu pemain Belanda menguasai bola maka mereka akan membuat lapangan seluas mungkin. Pemain bergerak ke setiap jengkal ruang yang tersedia. Di benak lawan lapangan akan tampak begitu lebar.

Atau, begitu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit mungkin. Pemain yang terdekat dengan pemain lawan yang menguasai bola dituntut untuk menutupnya secepat mungkin, tidak peduli apakah itu pemain bertahan atau bukan. Bisa satu bisa dua, bahkan tiga. Tekanan harus dilakukan secepat mungkin bahkan ketika bola masih ada di jantung pertahanan lawan. Lawan terjepit dalam benak bahwa lapangan begitu sempit.

Memperlebar atau mempersempit ruangan di benak lawan tentu bukan barang mudah. Harus ada kemampuan untuk mencari ruangan. Pergerakan yang kompak. Cara mengumpan bola yang eksploitatif atas ruang yang tersedia, entah melengkung, lurus, melambung, dll. Pendeknya dibutuhkan pemahaman geometri ruangan yang tidak sederhana.

Persoalannya adalah, mengapa hal ini tidak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya? Dan mengapa orang Belanda yang bisa melakukannya?

Jawabnya, menurut buku itu, didapat dari kondisi alam Belanda.

Bangsa Belanda secara intrinsik bangsa yang spatial neurotic (tergila-gila oleh ruangan ataupun pemanfaatannya). Kondisi alam memaksa mereka demikian. Lima puluh persen tanahnya berada di bawah permukaan laut. Sementara sisanya terlalu sempit untuk jumlah penduduk yang berjubel.

Terus menerus bangsa ini melakukan reklamasi untuk memperluas daratan. Dengan sadar persoalan tanah mereka atur dengan sangat disiplin dan ketat. Eksistensi bangsa ini tergantung bagaimana mereka merawat tanah yang tak seberapa mereka punya. Kanal, selokan air, bendungan kecil dan besar, teratur rapi membelah setiap jengkal tanah yang mereka punya.

Belanda hingga saat ini adalah negara paling padat dalam ukuran per meter persegi, dan pengaturan tanahnya adalah yang paling teratur di muka bumi.

Namun seberapa pun mereka mencoba, seberapa pun disiplinnya, tanah tidak akan pernah cukup tersedia.

Lalu apa yang dilakukan?

Jawabnya ada di daya khayal, di benak, di alam abstraksi. Di samping secara fisik mereka mencoba memperluas wilayah darat mereka, mereka juga menciptakan ruang yang luas dialam khayal mereka.

Kalau Anda kebetulan datang ke Eropa, bandingkanlah tata kota Belanda dengan negara lain. Kita akan segera sadar bahwa Belanda memang lebih sempit tapi tata kotanya dibuat sedemikian rupa rapi, sehingga terasa sangat longgar. Dibanding negara manapun di dunia, tata kota di Belanda adalah yang paling kompak di dunia.

Arsitektur bangunannya, baik yang tua maupun modern, terasa sangat inovatif, dengan sudut yang sering tidak normal, bentuk bangunan yang tidak umum, aneh, tetapi kesannya selalu sama—longgar dan lapang. Karena semua lekuk ketidaknormalan adalah bagian dari upaya untuk menciptakan ruang tambahan di alam khayal tadi.

Bahkan benak juga dilonggarkan untuk urusan norma sosial. Kalau etika Protestan semarak di Belanda di awal kelahirannya, sangatlah bisa dimengerti. Mereka secara instingtif akan memberontak terhadap segala sesuatu yang sifatnya mengukung. Dalam kasus kelahiran Protestan tentu saja pemberontakan atas kungkungan ajaran Katolik saat itu.

Proses itu terus berlanjut hingga sekarang. Kita tahu norma sosial Belanda adalah yang paling longgar di Eropa. Kelonggaran yang tetap diatur. Misalnya, mainlah ke Vondell Park di Amsterdam, bolehlah Anda menghisap ganja atau mariyuana dengan santai. Padahal di negara lain sembunyi-sembunyi pun Anda tidak boleh.

Jejak-jejak spatial neurotic ini bisa kita temukan dengan mudah di karya-karya seni mereka bahkan di kehidupan politik, tetapi kembali ke persoalan sepakbola, mentalitas pemain sepakbola juga sama persis. Ketika mereka turun ke lapangan, benak mereka selalu bermain-main dengan keinginan untuk menciptakan ruangan selonggar mungkin, lalu mengeksploitasinya.

Ketika Rinus Michel membawa Ajax menjadi juara Piala Champions tahun 1971, Eropa tersadarkan sebuah sistem baru yang mulai sempurna telah lahir. Sistem yang lahir dari psyche orang Belanda yang tergila-gila dengan ruang dan pemanfaatannya. Dan ketika Michel membawa Belanda ke final Piala Dunia 1974 lahirlah istilah Total Football.

Total Football sendiri sebenarnya meminjam penamaannya dari gerakan sosial yang digagas para arsitek-filosof terkemuka Belanda sekitar tahun 1970-an. Sebuah gerakan bernama Total. Memahami kehidupan perkotaan secara menyeluruh: mengatur urbanisasi, lingkungan, dan pemanfaatan energi dalam satu totalitas. Agar ruang yang tersedia di Belanda bisa termanfaatkan secara maksimal. Dan sepakbola adalah sebuah hiburan bagian dari pendekatan yang menyeluruh itu. Totalitas. Namanya: Total Football.
Menyemai Ragu di Benak
Liza Arifin - detiksport





London - Dalam kompetisi sepakbola di Inggris ada periode tiga bulan yang sangat menentukan: Desember, Januari, Februari. Di tiga bulan ini pertandingan begitu padat, otomatis jumlah angka yang diperebutkan begitu besar, dan karenanya biasanya akan terbaca klub mana yang akan menjadi juara ataupun terdegradasi.

Di tiga bulan itu pertarungan tidak lagi semata-mata ada di lapangan tetapi di kepala dan hati. Pergolakan yang ada di kepala dan hati menjadi lebih penting karena apa yang terjadi di lapangan seringkali sekadar cerminan pergolakan tadi.

Coba perhatikan betapa di tiga bulan itu frekuensi bertukar kata antarmanajer sangat tinggi. Saling kecam, saling kritik, saling ejek, saling merendahkan, dan (sebenarnya) saling menyemai ragu di benak lawan. Terutama di antara sesama saingan. Manajer melakukan itu bukan sekadar untuk menanam keraguan di benak manajer lain tetapi juga di benak pemain lawan.

Cara mereka melakukan itu tentu saja dengan kejenialan masing-masing manajer. Alex Ferguson adalah salah satu manajer jagoan untuk urusan seperti ini.

Salah satu yang selalu diingat orang adalah kompetisi tahun 1995/1996 ketika Manchester United bersaing dengan Newcastle.

Tertinggal 12 angka di bulan Januari, Ferguson dengan santai meragukan kesungguhan tim-tim di Inggris bila tidak melawan MU. Beberapa tim yang disebut saat itu adalah mereka yang akan melawan Newcastle di lanjutan kompetisi.

Kevin Keegan yang saat itu menjadi manajer Newcastle, dalam sebuah wawancara siaran langsung di telivisi tak mampu mengendalikan emosi menghadapi tuduhan Ferguson itu. Dengan sorot mata merah, suara serak marah, ia menyumpah akan sangat bergembira kalau bisa mengalahkan MU.

Yang terjadi kemudian, entah kebetulan atau tidak, lawan-lawan Newcastle selalu bermain kesetanan, sementara Keegan seperti kehabisan akal menata anak asuhnya. MU kemudian menjadi juara.

Tetapi jangan salah, ini bukan kelakuan Ferguson seorang. Jose Mourinho juga tak kalah lihainya.

Ketika ia pertama kali datang ke Chelsea tahun 2004 dengan percaya diri ia menobatkan diri sebagai The Special One. Dan kapan ia mengulang-ulang kembali pernyataannya ini, bulan Desember. "Aku tak butuh menonjolkan prestasiku, tim yang pegang The Special One selalu hebat. Kecuali Ferguson, tidak ada yang menyamaiku di negeri ini, pernah memenangi Liga Champions."

Arogan tetapi menumbuhkan efek percaya diri luar biasa bagi Chelsea dan membuat musuh harus mengakui.

Arsene Wenger? Tak kalah lihainya. Ketika musim kompetisi 2004/2005 ia melihat Chelsea-lah lawan satu-satunya saat itu untuk berebut juara liga. MU dan Liverpool sibuk membangun kembali kekuatan mereka sehingga belum di puncak.

Menjelang Desember tiba-tiba muncul tuduhan dari Wenger bahwa Mourinho terobsesi apapun yang serba Arsenal. Satu persoalan yang sebenarnya dipicu sejak musim kompetisi sebelumnya dengan kepindahan Ashley Cole yang tidak mulus. Tetapi Wenger menunggu hingga kompetisi masuk jadwal padat Desember, Januari, Februari.

Saling tuding pun akhirnya terjadi. Mourinho balas menuduh Wenger keranjingan dengan segala sesuatu yang berbau Chelsea.

Mereka bahkan saling ancam akan membawa masing-masing pihak ke pengadilan. Wenger dan Mourinho bahkan katanya sudah saling menumpuk bukti akan obsesi masing-masing itu.

Apa yang terjadi? Nol besar. Karena memang yang terjadi adalah sekadar perang urat syaraf untuk menanamkan keraguan di benak, memupus rasa percaya diri lawan. Siapa yang tak kuat biasanya akan ambruk.

Kalau untuk musim kompetisi sekarang cobalah perhatikan apa yang terjadi antara Alex Ferguson dan Rafael Benitez sejak Desember. Menarik. Juga memberi gambaran tim mana yang sebenarnya sedang bersaing kuat untuk berebut juara.
Aku Hanya Antonio Cassano

London - Mengikuti kehidupan pemain sepakbola Italia, Antonio Cassano, sungguh sangat berbeda dengan menelaah kehidupan pemain sepakbola pada umumnya. Biografi pemain sepakbola biasanya sangat membosankan, penuh dengan cerita seragam, bagaimana keinginan untuk meraih prestasi puncak adalah segalanya. Perjalanan hidup adalah sebuah cerita dedikasi, keprihatinan, kerja keras, kehidupan 24 jam untuk sepakbola.

Cassano mendekonstruksi semua itu. Ia mencintai sepakbola dan merupakan salah satu pemain paling berbakat yang muncul dari Italia untuk generasinya, tetapi pada saat bersamaan ia melihat sepakbola sekadar bagian dari kehidupannya. Di atas segalanya ia mencintai kehidupan itu sendiri. Tentu saja kehidupan dalam rumusan Cassano.

Hidup bagi Cassano adalah untuk mengejar kesenangan pribadi: perempuan, makan enak -- maksudnya makanan sampah alias junk food, dan foya-foya. Dalam usianya yang baru 26 tahun ia mengaku telah bercinta dengan 600 hingga 700 perempuan. Ketika umur 12 tahun ia sudah membayangkan bercinta dengan guru sekolah dasarnya. Ia mengaku berulang kali diam-diam memasukkan perempuan ke kamar hotelnya malam sebelum bertanding. "Bercinta sepuasnya dan makan: malam yang sempurna," akunya.

Seorang komentator sepakbola Italia menyebut Cassano, kalau mau, berpotensi untuk menjadi pemain terbaik dunia. Fisiknya hebat, skill dan tekhniknya di atas rata-rata, di samping mempunyai kecepatan gerak yang mengagumkan. Tak heran kalau Fabio Capello kepincut dan membawanya ke Real Madrid walau harus merogoh 18 juta poundsterling. Cassano baru berusia 22 tahun saat itu.

Tapi Cassano adalah pengecualian. Ia berlatih kalau hati sedang lega. Tak segan membantah pelatih, bahkan menentang mereka. "Kalau hari terlalu terik, saya akan bermain di tempat yang teduh," ungkapnya seperti mengisyaratkan tindak tanduk semaunya.

Kalau bertanding dan manajer tidak puas dengan penampilannya, ia tak segan membalas, "Kalau tak puas mengapa, bukan kau saja yang turun ke lapangan?" Ia juga tak segan berpura-pura cedera karena malas bermain.

Ia mengaku tak khawatir kalau dalam hidupnya sebagai pemain sepakbola tak pernah memenangi satu piala pun. "Dunia ini terobsesi dengan kesuksesan. Seolah kita harus berkorban untuk meraih itu. Pada akhirnya kita ini hanyalah angka statistik. Piala datang dan pergi setiap tahun," katanya.

"Kecuali kita Maradona atau Pele, tak akan ada yang mengingat kita," katanya acuh. "Yang penting saya hidup lebih dari cukup dan senang."

Ia mengatakan tak hendak mengubah pendekatannya ini. "Paling saya hanya akan memberikan 50 persen dari potensi yang saaya miliki," terserah klub mau mengontrak saya atau tidak, begitu kira-kira kelanjutannya.

Sungguh mengherankan bahwa sikap blak-blakan yang diungkapkan oleh Cassano tidak menyurutkan manajer sepakbola untuk mengontraknya. Ia saat ini bermain untuk Sampdoria.

Mungkin para manajer sepakbola setelah melihat potensi Cassano berangan-angan merekalah yang akan mampu mengubah perilaku Cassano. Kalau itu bisa mereka lakukan dan Cassano memenuhi potensi kehebatannya, betapa permata ada di tangan mereka.

Atau jangan-jangan 50 persen kemampuan Cassano sudah cukup untuk para manajer itu. Atau yang 50 persen itu sebenarnya sudah cukup untuk sepakbola. Bukankah Cassano juga dipanggil untuk tim nasional Italia walau bukan sebagai pemain inti?

Bagi dunia sepakbola kasus Cassano mungkin sebuah kehilangan, kesia-siaan bakat, untuk memperkaya khasanah persepakbolaan. Tetapi untuk potret besar kehidupan, terlepas dari setuju atau tidak dengan pemaknaan hidup yang dipegang Cassano, sungguh menyegarkan. Sepakbola bukan segalanya tetapi sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain.
Jika kita membaca sejarah Google, kita akan mendapati filosofi perusahaan ini didasarkan pada berbagai prinsip biasa seperti, “Anda dapat menghasilkan uang tanpa melakukan vandal”, “Anda dapat bekerja serius tanpa mengenakan seragam,” dan “Bekerja harusnya menantang dan tantangan itu harusnya menyenangkan”. Jika diamati kata-kata itu memang sederhana, namun mengandung arti yang sangat dalam.

Google memang menjadi contoh banyak orang, baik contoh dalam bekerja maupun untuk contoh-contoh lainnya. Saya sendiri mencontoh Google dari cara mereka memperlakukan produk-produknya. Google bangga, cinta, dan sayang dengan semua produknya. Sebagai contoh kebanggaan Google terhadap produknya adalah Ia menggunakan blogger atau blogspot sebagai blog untuk beberapa jenis produk jasanya. Seperti blog untuk Google Adsense, Google Adword, Google Analytics, dan masih banyak lagi. Ini tentu berbeda dengan jaman dulu ketika Yahoo menggunakan Geocities, dan yang belakangan ini sudah dihilangkan oleh Yahoo.

Walaupun kadang pada awalnya bukan ide dari Google sendiri, namun setelah mereka yang memiliki, mereka total menggarapnya. Contoh lain yang saya suka adalah sikap mereka terhadap kritikan atau saran, mereka sangat menghargai kritikan atau saran dari pemakainya diseluruh dunia, ini bisa kita lihat disetiap produknya yang menyisipkan akses untuk mengontak mereka dengan mudah dan cepat. Dan mereka meresponnya dengan cepat, hanya butuh waktu sekitar 48 jam, atau bahkan kurang. Dan mungkin inilah yang membuat mereka menjadi besar seperti sekarang ini.

Tetapi pemilik atau pembuat Google jugalah manusia, yang tentu tidak luput dari kesalahan atau kekurangan, dengan kata lain google bukanlah produk dengan semua kesempurnaan. Ini bisa kita lihat dari beberapa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Beberapa waktu lalu Google memberlakukan embel-embel “Suplement Result” yang biasa disebut oleh kebanyak orang dengan singkatan SR atau Hasil Tambahan di beberapa hasil pencarian. Ini memang agak mengganggu, karena dengan embel-embel tersebut, kita yang terkena bisa dianggap sampah tidak penting, padahal itu benar-benar merupakan hasil karya kita. Internet yang begitu luas, bukan tidak mungkin jika ada beberapa kesamaan, walaupun tanpa CopyPaste. Dan beruntung kebijakan google tersebut dihapus, sehingga saat ini embel-embel tersebut sudah tidak tampak lagi.

Dan yang terakhir yang membuat saya mengacungkan empat jempol saya adalah ketika Google peduli terhadap lingkungan, kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Mungkin belum banyak yang tahu jika Google memiliki sebuah wadah untuk masalah ini, dengan situsnya Google.org. Menurut kabar yang beredar, Google mengucurkan dana 1 milyar dolar AS untuk keperluan ini. Contoh lainnya adalah pembangunan sumber energi yang tidak melibatkan bahan bakar fosil, walaupun mungkin hanya untuk keperluaan perusahaannya sendiri. Dan yang terakhir saya dengar, google mulai menghilangkan transaksi yang harus menggunakan kertas, ini sudah diminimalkan, sehingga kemungkinan mengirim uang sudah tidak menggunakan cek seperti biasa, diganti dengan sistem elektronik. Dan untuk publisher adsense yang semula melalui surat untuk proses verifikasi, kini akan dicoba via telpon sebagai penggantinya. Semua itu dilakukan dalam rangka ikut berpartisipasi dalam mengurangi Pemanasan Global yang menyebabkan Perubahan Iklim. Ini yang patut kita tiru, maksudnya meniru mencegah pemanasan global lebih parah lagi dengan cara yang kita bisa. Karena jika pemanasan global ini gagal dicegah, menurut para ilmuwan, kota Jakarta, Surabaya dan beberapa kota lain yang berdekatan dengan pantai akan tenggelam.

Orang bilang “Bangga jika ada orang lain bangga karena kita”, Lalu sudah adakah orang lain yang merasa bangga karena kita?

semangaat

yach kata itu terus yang terucap
malam bekerja
mulai bulan ini di PLN bekerjane malem teruss
tanpa tahu kapan ini berakhir
yaa
kalo ada yang lebih baik
semoga saja
hidup harus berubah segalana harus jadi lebih baik
semangat
jooe